Fakta tentang Menguap itu Menular

menguap yang menular
Menguap lebih menular daripada pilek. Melihat seseorang menguap, hampir pasti kamu juga akan menguap. Bahkan hanya membaca tentang menguap dapat membuatmu menguap. Kamu sudah menguap? 

Jika ya, kamu tidak sendirian. Manusia menguap sepanjang hari. Kita menguap ketika bangun pagi. Kita menguap ketika hendak pergi tidur pada malam hari. Dan menurut penelitian, kita banyak menguap ketika menonton televisi. Kita bahkan menguap ketika sedang jogging cepat di taman.

Manusia bukan satu-satunya makhluk yang menguap. Banyak hewan lain, dari singa sampai ikan, membuka rahangnya lebar-lebar untuk menguap juga. 

Ketika kita melihat orang menguap, kita sering mengira mereka letih atau bosan. Tetapi, ketika ikan petarung Siam menguap, hati-hati! Ikan jantan mulai menguap ketika mereka melihat jantan lainnya. Lebih banyak menguap lagi terjadi-sekitar satu kali setiap 10 menit. Kemudian, ikan menyerang ikan, dan perkelahian pun pecah. Hewan lain, seperti monyet dan singa, menguap ketika lapar.

Mengapa manusia menguap?
Penjelasan yang umum adalah kita menguap untuk menghirup tambahan oksigen-misalnya ketika berada di ruangan pengap, tetapi Robert Provine, seorang psikolog yang mempelajari soal menguap, berkata itu tidak benar. Orang yang diberi oksigen murni menguap sama seringnya seperti orang yang bernapas udara biasa. 


Provine berkata tidak seorang pun tahu pasti mengapa orang menguap atau mengapa menguap begitu menular. Tetapi ia berusaha mencari tahu.

Selama bertahun-tahun Provine telah mengadakan sejumlah percobaan menguap di Universitas Maryland, AS. Di salah satunya, ia meminta sukarelawan untuk duduk sendirian di ruang gelap dan berpikir tentang menguap. Ketika mereka merasa ingin menguap, mereka menekan tombol. Ketika menguap selesai, mereka melakukan hal yang sama (menekan tombol).

Provine menemukan bahwa rata-rata menguap berlangsung sekitar 6 detik. Satu orang yang berkonsentrasi kuat-kuat menguap 76 kali dalam setengah jam. 

Berikutnya, Provine merekam dirinya sendiri menguap atau tersenyum dengan video. Ketika diperlihatkan rekaman itu, hanya sekitar satu dari lima penonton tersenyum ketika mereka melihat Provine tersenyum. Tetapi, lebih dari setengah penonton menguap bersama sang psikolog. 
Kesimpulannya: Menguap tampaknya lebih menular daripada keramahan.

Ketika menguap, kita menengadahkan kepala, rahang jatuh, mata terpejam, dan alis berkerut. Provine menunjukkan bahwa ketika kita meregangkan tubuh, biasanya kita juga menguap. Menguap, katanya, mungkin cara meregangkan kepala dan leher. Tetapi menguap juga menghentikan sesaat darah yang mengangkut oksigen agar tidak meninggalkan otak. Jadi, menguap mungkin sekaligus membangunkan kita selain menenangkan kita. 
menguap pada saat bangun tidur

Kamu dapat melihat sendiri bahwa menguap bukan hanya soal bernapas dalam-dalam dengan melakukan percobaan sendiri, kata Provine. Rapatkan bibirmu pada awal menguap dan cobalah bernapas lewat hidung. Hampir mustahil. Jika menguap hanya bernapas dalam-dalam, hidungmu akan bekerja sama baiknya seperti mulutmu.

Menguap begitu menular, kata Provine, karena otak kita mungkin "terprogram" untuk menanggapi wajah menguap. Karena manusia mula-mula hidup dalam kelompok, menguap mungkin cara untuk menyelaraskan perilaku kelompok. Satu orang menguap yang membuat lainnya menguap mungkin berarti waktunya tidur-atau waktunya berburu.

Sumber: buku "Einstein Aja Ingin Tahu!" jilid 2

NB: waktu mosting ini, saya dan adek saya (yang bacain) terpikat untuk menguap. Hati-hati ketika membaca artikel ini..... JUJUR! 

 

Comments