Mr. XXX : Uugh!

Sosok Anggar muncul dari kejauhan. Aku hafal caranya berjalan. Angkuh! Berjalan dengan dagu mendongak, muka yang tanpa ekspresi dan dingin, pandangan mata yang tajam, jas sekolah yang selalu ia sampirkan di bahu kanannya, serta kedua tangan yang ia sembunyikan dalam kantongnya. Sungguh menyebalkan untuk dilihat!

Tapi ia terlihat dari tempatku duduk saat ini. Ia berjalan sendirian menyusuri koridor menuju kelas Matematika. Aku heran, kenapa orang-orang yang ada di koridor segera menyingkir begitu tau Anggar akan lewat. Apalagi cewek-cewek, tidak hanya menyingkir, mereka pasti menjerit sedetik setelah Anggar melewati mereka. Apa yang keren dari Anggar? Pemandangan seperti itu setiap hari adalah pemandangan yang membuatku bergidik jijik. Uuuugh!

Bel masuk berbunyi, dengan malas aku berjalan menuju kelas Matematika. Ya, hari ini jadwal pertamaku adalah sekelas dengan Anggar, cowok sok misterius! Kalo boleh bolos, aku lebih memilih bolos. Aku sama sekali tidak sudi sekelas dengan Anggar. Tapi konsekuensi ketahuan bolos adalah skors. Aku terlalu takut untuk sebuah konsekuensi seperti itu.

"HEI! Ngapain duduk di situ?" bentakku begitu melihat Anggar duduk di kursi yang biasa ditempati Silla, sahabatku.
"Gak ada larangan, kan?" Anggar bertanya dengan nada angkuhnya.
"Gak ada sih, tapi harusnya kamu tau!" balasku.
"Tau apa? Aku kan baru sekali ini sekelas Matematika sama kamu, Riva," sahut Anggar dingin.
"Hhh...!!!" aku mendengus kesal lalu menghentakkan kakiku meninggalkan Anggar.


Di kantin, aku bercerita tentang hal itu pada Silla. Tapi respon yang ku dapat apa? Silla malah menjerit aneh. Menurutku Silla pun sekarang sudah terkena wabah Anggarnism. Masa sahabatku terjangkit juga? Demi apa, aku jadi ingin memandikan Silla dengan air kembang tujuh rupa!


Untungnya hari ini hanya satu kali saja aku sekelas dengan Anggar. Aku tau itu dari Silla yang sengaja menghapalkan jadwal kelas Anggar. Bagiku itu sangat merugikan! Tapi karena itu aku jadi tau kalo aku tidak ada kelas dengannya lagi di sisa hari ini. Aku lega dan bisa tersenyum lebar. Ha..ha..

Aku dan Silla kali ini berbeda kelas, ia Biologi, aku Bahasa Jepang. Kami pun berpisah di persimpangan koridor dan tiba-tiba aku melihat Anggar yang gaya berjalannya sungguh memuakkan. Aku berbalik menghindari berpapasan dengan manusia menyebalkan sepertinya, tapi ku pikir itu malah bisa mempermalukan diriku. Jadilah aku tak jadi berbalik dan jadi berpapasan dengannya.
"Riva, kelas Biologi sebelah mana?" tanya Anggar tanpa basa-basi.
"Tuh di ujung belok kanan," jawabku singkat tanpa menghentikan langkah.
"Kamu juga mau ke sana?" tanya Anggar lagi sambil berusaha menyamai langkah denganku.
"Aku ada kelas Biologi. Kenapa?" sahutku cuek.
"Kalo gitu aku bareng kamu, deh!" kata Anggar kini sudah menyamai langkahnya.

Sialan! Harusnya dia gak ada Biologi, kenapa tiba-tiba sekarang dia jadi jalan di sampingku? Aku ingin bolos lagi! Aku hanya berharap Biologi ini akan menyenangkan hingga aku lupa bahwa Anggar di kelas yang sama.

-
Hari-hari selanjutnya pun jadi semakin aneh! Silla yang senang akan sekelas dengan Anggar jadi kebingungan karena Anggar tidak muncul di kelas Geografi. Eh, taunya dia di kelas Seni Musik denganku. Silla jadi ingin mengganti jadwal kelasnya agar bisa sekelas terus dengan Anggar. Aku tak henti-hentinya menggeleng heran.

Lagi? Anggar muncul di kelas Sosiologi. Kenapa jadinya jadwal kelasku selalu berbarengan sama Anggar? Sampe di satu kesempatan, aku pun menanyakan hal itu.
"Nggar, kamu ganti jadwal kelas?" tanyaku berbisik pada kelas Sejarah.
"Iya, kenapa? Kamu kaget ya?" tanya Anggar balik membuatku mengerutkan alis.
"Bukan kaget, tapi males!" jawabku lalu fokus membaca buku paket.
"Bilang aja kaget," kata Anggar dengan nada yang menyebalkan. Aku tak mau menanggapinya.

Esok harinya, Anggar menghampiriku yang sedang duduk membaca novel fiksi di bangku taman.
"Boleh duduk?" tanya Anggar sambil memandang suasana taman pagi itu.
"Hmm," aku hanya menggumam.
"Suka baca yang super fiksi gitu ya?" tanya Anggar sambil menoleh membaca judul novel yang sedang ku baca.
"Iya, emang kenapa?" tanyaku tanpa melepas bacaan.
"Oh," 

Kami pun terdiam. Aku sih asik membaca, tapi Anggar? Entah dia ngapain.
"Riva, kenapa kamu dingin banget sama aku?" tanya Anggar tiba-tiba.
Aku mengangkat kepala dari novel. "Kenapa ya? Aku gak suka gayamu, Nggar! Nyebelin banget!" 
"Oh,"
Aku melirik Anggar sedikit lalu melanjutkan bacaanku.

Beberapa hari kemudian, kegiatan sekolah diliburkan karena suatu alasan. Seperti biasanya saat libur, aku memilih menyendiri di perpustakaan sekolah mengasah imajinasiku, membaca novel-novel fiksi koleksi perpustakaan yang belum ku baca.

Sepi sekali perpustakaan hari itu. Ku dengar suara riuh dari lapangan lari, tapi aku tidak tertarik untuk mengetahui apa yang terjadi. Aku terus melanjutkan kata demi kata sambil terus terbang makin atas dengan imajinasiku.
"Riva," sapa Anggar.
Saking kagetnya aku hampir terjatuh dari kursi! "Kenapa gak basa-basi?!"
"Itu udah basa-basi," sahut Anggar merebut novel dari tanganku.
"Kalo aku masih kaget, bukan basa-basi!" seruku.
Anggar menutup novel tadi dan menaruhnya di meja.
"Maaf. Lokermu berantakan banget, Va!" kata Anggar.

Aku terdiam mengingat-ingat kapan terakhir kali aku membuka loker... Sudah sebulan lebih aku tidak pernah mengurusi lokerku. Tarlalu banyak yang harus dirapikan, sedangkan aku terlalu sibuk untuk meluangkan waktu. Tapi.........
"Kok kamu tau?!!!" tanyaku dengan ekspresi terkejut.
"Gak tau, deh! Kok cewek lokernya berantakan amat kayak rumah tikus... Sebaiknya kamu rapiin gih!" 
"Peduli apa?" tanyaku ketus.
"Biar enak aja gitu. Loker itu dipake, jangan cuma dijadiin gudang barang bekas!" kata Anggar.
"To the point bisa?" tanyaku mulai kesal.
"Rapiin loker. Bye," Anggar bangkit dan meninggalkanku yang bengong.

Loker... Ada apa di loker? Tumben ada orang yang kurang kerjaan meriksa loker trus nyuruh aku ngerapiin lokerku yang emang berantakan. Emang ada razia loker? Aku jadi gak konsen buat baca. Aku pun memutuskan untuk mengcek keadaan lokerku. Kalau tingkat berantaknnya gak terlalu parah, aku mau ngerapiinya, tapi kalo parah....pending.

"...." aku gak tau mau komentar apa, lokerku parah! Eh tapi, ada sesuatu yang keliatannya bukan punyaku! 
Aku meraihnya. Ada lebih dari satu! Dan......sama.
Ada tiga amplop kuning bergambar bunga matahari di lokerku. What a shocking thing! Aneh... Yang punya kunci lokerku ya cuma aku, kecuali tim sekolah... 
Aku membuka satu yang terlihat paling lusuh,

Gladly I can be with you in every classes everyday :)

Hanya itu isinya. Aku lalu membuka yang terlihat lebih baru dari yang pertama,

Wanna be a guy you like, but don't know how. Would you tell me?

Cuma segitu. Dan kenapa aku lama banget mau buka yang keliatan paling baru?
Finally, you haven't read my mails yet. I see... You're so busy with your fiction novels. It makes me imagine what if I am one of the novels you read? I'll happy all the time :)
Hi Riva there! I know it's weird, but it's the truth! I'm in love with you since you mad at me in the Math class. Haha...
And why you never look out for your locker? It was so sloppy you know! 
Yeah, I have to make you open your locker. Then see my mails, open them, read them, till you realizing there's something....
Yup! It's me, Anggar sent you these mails.
Are you asking why? If yes, there are the causes:
1. I want to get your attention
2. I need you to know what do I feel inside
3. I'm gonna miss you!
Now, I'm sure you're reading now. Then here, I have to say goodbye to you and promise to myself that I'll be back someday to be a guy by your side. It isn't important? For you, yes. For me, it's meanful! Hope you'd waiting for me.
Canada, I'm coming!!!
Sweet regards, Anggar =)

Apa maksudnya??? Anggar mau sekolah ke Kanada? Songong sih iya! Tapi apa maksudnya pake pengumuman ke aku?? ANGAAAAAAAAR....!!!!
Aku berlari melewati koridor menuju asrama cowok. Mencari Anggar? Tidak, tapi mencari tau tentang maksud dari surat-suratnya.
Aku tau kamar Anggar nomor 112. Aku yakin tidak salah. Tapi pintu kamarnya terbuka.
Aku mengintip ke dalam. Namun yang ada hanya kasur dan meja belajarnya yang rapi. Rapi tanpa barang-barang...



*NB: any critics? Comment please :) Thanks for reading ^^

Comments