Secret Admirer

Meisya meraba laci mejanya dan kembali menemukan sebuah kotak, kali ini terbungkus kertas kado biru muda dengan motif Teddy Bear. Meisya melirik Putra yang berdiri di sampingnya.
"Ada lagi, Tra... Siapa sih yang hobi ngabisin uang buat naruh kado kayak gini di laci gue, ulang tahun gue juga masih tiga bulan lagi," gerutu Meisya.
"Ah, gue bilang juga apa? Secret admirer lo pasti dengan senang hati ngasi lo kado tiap hari. Gak kebayang deh pas ulang tahun laci lo penuhnya kayak apa, haha..." kata Putra lalu melengos ke kursinya.

Sudah berjalan dua minggu Meisya mendapatkan kado-kado lucu misterius yang tiba-tiba sudah ada di laci mejanya setiap pagi. Ia tak henti-hentinya bertanya pada dirinya sendiri, Putra, Lily, maupun Egie. Tapi tak satu pun dari mereka memberikan jawaban yang pasti. Meisya terus memikirkan siapa pengirim kado-kado misterius itu.

"Secret admirer?" ulang Lily di kantin setelah mendengar cerita dan dugaan Putra dari Meisya.

"Wah, gue sih gak heran kalo Meisya dapet banyak kado dari secret admirer. Dia kan cantik, juara nyanyi, jago lukis, pianis pula! Kalo gue jadi cowok, gue bakal ngefans banget sama Meisya, tapi untungnya gue cewek, jadi gue ngefans-nya sama Edgar aja..." timpal Egie yang memang mengidolakan sosok Edgar, drummer sekaligus kapten tim basket sekolah yang juga playmaker.
"Iiih....gue mah ngefans-nya sama adek kelas yang imut-imut itu...." ujar Lily menanggapi Egie.
Egie dan Lily pun berdebat heboh tentang idola masing-masing sementara Meisya masih termenung memikirkan si pengirim, si secret admirer....
"Eh, ada satu yang gue heran dari pengirim kado itu, E-L!" pekik Meisya tiba-tiba.
"Apaan?" tanya Egie dan Lily bersamaan.
"Mmm...isi kadonya kadang apa yang gue emang lagi pengen! Kok dia bisa tau?" kata Meisya.
"Emang kenapa? Namanya juga secret admirer..." tanggap Lily.
"Tapi apa gak aneh?" tanya Egie dengan alir berkerut.
"Iya sih... Kok dia bisa tau, ya?" Lily mengulang pertanyaan Meisya.
"Gue jadi penasaran..." gumam Meisya.

Malam itu, sambil mengerjakan PR Fisika, Meisya menebak-nebak siapa "secret admirer"nya. Menurutnya sih gak ada. Semua yang ada di kelas baik-baik aja sikapnya, gak ada yang mencurigakan. Meisya terus menebak sampai tidak mengacuhkan PRnya sampai sebuah  SMS masuk, membuat HP Meisya bergetar.
Putra: "PR nya udah selese?"
Meisya: "Belum nih, lagi mikirin kado-kado itu.."

Meisya melirik tumpukan kado yang belum ia buka di atas sofa di sudut kamarnya. Ia memperhatikan kado-kado tersebut kemudian bangkit dari kursi belajarnya dan menggumam, "Kok rata-rata biru sih?"

Esok paginya, kembali Meisya menemukan sesuatu di dalam laci mejanya. Bukan! Bukan kado seperti kemarin, tapi sebuah amplop biru muda dengan motif hati.
"Surat?" tanya Egie dan Lily dengan nada heran.
"Bukan kado lagi, ya?" tanya Putra yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Egie.
"Eh! Bukan, Tra... Kok bukan kado?" kata Meisya.
"Kamu sukaan kado ya? Waaah...kalo secret admirernya tau, pasti besok ada kado lagi tuh!" seru Putra iseng.
"Iiih..bukannya gitu, Tra. Mungkin gak kalo pengirimnya itu duitnya abis gara-gara dari kemaren ngebeliin kado terus?" ucap Meisya prihatin.
"Ha..ha..ha..!! Lo ada-ada deh, Sya! Kali aja dia lagi bingung sekarang ini lo pengennya apa," sahut Putra.
"Iya! Bener juga tuh, Tra!" Egie menyetujui.
"Kalo gitu, mending lo baca dulu aja suratnya..." usul Lily.

Sedetik sebelum Meisya mengeluarkan surat dari amplop, Sensei Atik, guru Bahasa Jepang sudah hadir di mulut pintu kelas. Memang bel masuk sudah berdering lima menit yang lalu. Dan melihat sosok Sensei Atik, seluruh siswa yang sedang berdiri berhamburan kembali ke tempat duduk masing-masing.

Buru-buru Meisya memasukkan amplop beserta suratnya kembali ke dalam laci dan duduk manis.
"Selamat pagi," sapa Sensei Atik dalam Bahasa Jepang.
"Pagi, Bu..." sambut seluruh siswa dalam Bahasa Jepang pula.

Dan pelajaran Bahasa Jepang berlangsung seru seperti biasanya. Hanya saja, Meisya tidak sekonsentrasi hari-hari sebelumnya. Ia penasaran akan isi surat yang dikirim oleh "secret admirer"nya itu. Diam-diam ia meraba lagi ke dalam laci mejanya.

Saat menemukan amplop yang dicarinya, Meisya menarik keluar amplop tersebut pelan-pelan. Meisya yang duduk paling depan harus benar-benar menjaga sikapnya agar tidak dicurigai dan ditanya macam-macam oleh Sensei Atik. Meisya suka Bahasa Jepang, tapi tidak untuk saat ini. Ia ingin pelajaran Bahasa Jepang kali ini cepat berakhir. 

Pelajaran kedua, Biologi. Bu Arina masuk dengan semangatnya! Sangat berbanding terbalik dengan Meisya yang hanya berharap pada bel istirahat. Hari Sabtu ini semua pelajarannya adalaha favorit Meisya, tapi hanya karena surat beramplop biru, ia sama sekali tidak berselera mengikuti pelajaran.
Sepulang sekolah, dengan wajah lesu dan cemas Meisya mengajak Egie dan Lily makan siang di sebuah foodcourt. 
"Sya, lo lesu amat. Gara-gara lo belum baca surat itu?" selidik Egie.
"Gak juga sih... Gue mikirin pengirimnya nih! Masa sih dia jadi kere," ucap Meisya sambil mengeluarkan surat.

Dear, Meisya....
Sorry udah bikin lo terganggu sama kado-kado dari gue...
Gue cuma pengen lo tau kalo ada orang yang perhatian sama lo...
Yaitu : G U E :)

Surat ini gue harap bukan akhir dari kado-kado...
Gue harap ini awal untuk hati lo ;)

Gue suka sama lo . . .


NB: Prince is a son of a King...
        DJ Candy, 8pm  

Meisya memandang Egie dan Lily secara bergantian.
""Prince is a son of a King... DJ Candy 8pm" ?? Maksudnya apa?" tanya Meisya.
"Itu klu kali, Sya!" kata Egie.
"Tapi klu apa?" tanya Meisya lagi sambil memperhatikan surat yang bertuliskan tinta biru pula.
"Hmm..." Lily mengetuk dagunya.

Setelah makan malam, Meisya bersama Egie dan Lily yang menginap di rumahnya langsung kembali ke kamar Meisya. Meisya segera meraih surat beramplop biru di tas dan membacanya.
"Klu...klu...klu... Eh!" Meisya tersentak saat membaca klu yang ditinggalkan penulisnya.
"Kenapa?" tanya Egie.
""Prince is a son of a King..."" Meisya membacanya lagi.
"Prince....pangeran," gumam Lily memperhatikan Meisya.
"Son of a King..." Meisya melanjutkan.
"Anak laki-laki dari Raja," Egie menimpali.
"Eh...masa sih?" Meisya kembali terpekik.
"Masa apaan?" tanya Lily.
"DJ Candy, 8pm..." Meisya membaca lanjutan klunya.
"DJ Candy... Kayaknya gue pernah denger," kata Lily.
"Itu lho...DJ di Mermaidian Cafe!"
"Ah iya! Kali aja secret admirer lo itu mau lo temuin dia di Mermaidian Cafe jam delapan malem ini, Sya!" pekik Lily.
"Tapi, apa iya malem ini?" tanya Meisya ragu.
"Iyalah! Kan dia ngirim suratnya pagi ini, berarti dia pengen ketemuan sama lo malem ini!" Egie menyimpulkan.
"Dari mana lo tau? Gue aja gak ngerti maksud suratnya.... Lagian kan gak ada ketentuan harinya, Gie..." bantah Meisya.
"Dari DJ Candy, Sya!" seru Egie.
"Emang DJ Candy kenapa?" tanya Meisya.
"Dia cuma nge-DJ malem Minggu. Dan malem ini malem Minggu!" jelas Egie.
"Jadi sekarang ini gue mesti ke Mermaidian Cafe?" tanya Meisya masih ragu.
"Iya lah! Ganti baju, dandan yang cantik gih!" seru Egie.

Meisya pun dengan tampang penuh keheranan mengganti pakaian rumahnya dengan setelan balloon skirt warna pink muda dan atasan kaos putih ditambah rompi ungu. Rambut Meisya hanya dikuncir satu. Lily memoles wajah Meisya dengan sedikit bedak dan juga sedikit lipgloss di bibir tipis Meisya.
"Nah, Princess Meisya is ready to date!" kata Egie.
"Gak lebay, nih?" tanya Meisya.
"Gak! Lo kan cantik, masa lebay?" sahut Lily.

Meisya pun berangkat menuju Mermaidia Cafe diantar oleh supir keluarganya. Egie dan Lily duduk manis di samping kiri-kanan Meisya di jok belakang. Mereka berdua pun tak kalah cantiknya malam itu.

Jam tangan Hello Kitty Lily menunjukkan pukul 19:57. Ia melirik Meisya yang jari-jari lentiknya sedang seperti memainkan tutus piano di atas pahanya. Bergantian Lily lalu melihat Egie yang asik dengan lagu yang ia dengar melalui headphone.
"Sya, lagi tiga menit keburu gak yaa?" tanya Lily cemas.
"Gak tau. Gue malah mikirnya bukan telat ato kagak, tapi gue mikirin apa bener si pengirim itu mau ketemu gue di Mermaidian Cafe malem ini? Gue takut dijebak, Ly..." ujar Meisya.
"Udahlah... Gue yakin pengirimnya ada di sana, duduk nungguin lo," kata Lily menenangkan.
Tiba di depan Mermaidian Cafe yang bernuansa tosca dengan gapura berikon lumba-lumba, Meisya dengan Egie dan Lily di sampingnya berhenti melangkah.
"Kenapa?" tanya Egie.
"Semoga tebakan gue meleset," bisik Meisya lalu melanjutkan langkahnya.
Memasuki cafe, seorang pelayan menghampiri Meisya.
"Meja nomor 23, dek..." katanya. Meisya mengerutkan kening.
Dengan tampang polos, Meisya tetap berjalan menuju meja nomor 23. Saking khawatir akan tebakannya yang tidak meleset, Meisya tidak menyadari bahwa Egie dan Lily dicegat oleh mbak pelayan. Meisya benar-benar berharap tebakannya meleset.

Hampir tiba di meja 23, Meisya berhenti dan tiba-tiba merasakan jantungnya berdegup terlalu kencang.
Ia mengenali sosok yang duduk di sana dan yang sedang tersenyum melihatnya tiba itu.
Meisya berdiri terpaku menatap lurus ke arah Putra...
Dan apa yang dikhawatirkan Meisya pun terjadi, tebakannya benar. Putra.
"Lo udah baca suratnya? Gue rasa gak perlu lagi gue pura-pura untuk jadi secret admirer lo, Meisya..." ucap Putra sambil berdiridan menatap balik Meisya.



Comments