Analogi Sendiri #1

Kali ini, bahkan saat-saat di mana hanya untaian kata yang mampu ungkapkan jeritan hati kini menguap entah ke mana.
Kata-kata yang selalu tak bicara namun mengungkapkan itu seakan ikut membeku dan membisu seperti tak akan pernah hidup lagi.
Membeku saat seluruh neuron terperanjat mendengar suaranya yang begitu rendah, dalam, dan dingin.
Seperti mengisahkan sebuah jurang terdalam di penjuru Bumi.

Seperti setangkai mawar.
Betapapun durinya berbahaya, ia akan tetap terlihat lemah kala kelopak-kelopaknya dan daun-daunnya mengering dan berguguran.

Tak berdaya.
Bahkan hati pun tak sanggup berbisik, melirihkan kesedihan yang tergores begitu dalam dan hanya memberikan rasa ngilu yang merayap.

Hingga mata pun enggan terpejam untuk menjumpai mimpi.
'Terlalu takut menjumpai dia yang begitu dingin seolah hatinya terbuat dari bongkahan es Antartika.
Terlalu takut berada dalam peristiwa yang tak diinginkan yang nyatanyam, siapa mampu menjanjikan sebuah mimpi?

Setiap nafas seolah terhembus bersama asa-asa yang nyaris mati.

Sorot mata itu tak pernah berdusta sekalipun kau berusaha dengan setengah hidupmu.
Ia tak akan pernah mampu sembunyikan ketakutan, kesedihan, dan kepedihan yang coba kau tutupi.
Ia selalu memancarkan kejujuran betapapun naif dan buruknya itu.
Ia selalu memancarkan hal baik.

Kemudian lihatlah kedua bola mata ini!
Adakah sesuatu yang tersirat di dalamnya selain penyesalan dan keputus-asaan dengan seberkas harapan yang bagai embun pagi, di mana tak ada yang bisa menjanjikannya tetap utuh hingga siang?

Sekuat apapun cinta, tetap saja ia bisa terjatuh.
Terjatuh dalam jiwa terlemahnya.
Dan tak sanggup bangkit ketika ia tak dapat menjejak pada sebuah gravitasi.

Sekuat apapun cinta dalam bertahan dan bertahan, ia bisa begitu rapuh dan hanya mampu runtuh.
Runtuhan itu masih memiliki rasa yang sama, namun tak seutuh sebelumnya.

Sekuat apapun cinta, ikhhlas kadang menjadi pilihan terakhir yang membuatnya lebih kuat, meski ikhlas harus dilakukan pada saat terlemah.

Cinta.
Ketika manis menjadi kenangan tak terlupa.
Ketika pahit, jadikanlah pelajaran berharga.

Kenangan.
Jika ingin menghapusnya tak akan pernah mudah kecuali membiarkannya dikubur oleh kenangan-kenangan baru.

Dan... kata-kata semanis madu tak akan pernah sama rasanya ketika itu hanyalah permen karet.

Namun... entah mengapa, ada setitik kecil keyakinan dalam lubuk hati terdalam akan sebuah jarum rajut yang akan menguatkan jalinan yang akan putus

Atau hanya aku yang berdelusi?

Atau hanya asa yang terlalu lelah berharap?

Atau, jika boleh, itulah adanya?


Comments