Sesal Senja

Aku hanya duduk. Di tepian sebuah pantai, menatap lepas pada lautan yang terhampar biru di sana. Anganku terbang menjelajah cakrawala. Dan ada angin yang menemaniku serta membelai lembut pipiku yang basah.

Aku... mengkhianati seseorang. Dan rasanya sama sekali tidak enak.

Ujung mataku menangkap tarian beriak ombak di tengah laut sana. Seolah menari untuk menyambut senja yang datang dan akan lekas pergi. Di atas sana, burung-burung yang terbang kian kemari bernyanyi. Seolah bernyanyi menyambut senja yang datang dan akan lekas pergi.

Aku merasa aku ingin dihempas ombak seperti karang. Ingin meluruhkan perasaan yang sungguh mengganggu akibat mengkhianati seseorang. Aku menunggu senja. Hanya senja yang mampu mencuri perasaan seperti ini dan membawanya pergi pada malam yang menelan semuanya.

Aku merasakan sebuah penyesalan. Aku menangis. Aku berharap setiap tetes air mataku jatuh bersama rasa bersalah yang kian menyesakkan dada.

Aku sungguh mendua, namun seketika aku tahu bahwa dia –yang pertama– begitu tulus. Aku menyesal.

Senja pun datang. Lautan memantulkan silau keemasan langit jingga. Dan matahari mulai tergelincir. Burung-burung yang bernyanyi, terbang berputar menemani beriak ombak yang terus menari menjelang akhir senja.

Langit senja itu sepertu kanvas yang ketumpahan cat jingga dan hitam di atasnya. Tak ada semburat nila. Dan senjanya terasa sama seperti perasaanku.

Andai aku mampu membuang semua sedih yang ku munculkan, akan ku buang sejauh mungkin. Dan akan ku gantikan air matanya dengan senyuman yang mampu mencerahkan gundahku.

Sesungguhnya, andai aku tak jatuh di dua hati, aku tak akan menyesal. Namun apa dayaku? Cinta tak mampu memilih kepada siapa saja dia akan jatuh, bukan?

Ah, aku telah mengatakannya.

“Aku jatuh cinta pada seorang lain lagi...”

Ah, aku tak ingin mengingatnya lagi, tapi wajahmu yang basah oleh rintikan air mata itu masih melekat dalam ingatan. Aku menyesal.

--

Kini senja telah tiba pada akhirnya. Sinar matahari pun hanya menyisakan pancaran yang sedikit di ufuk barat di kaki langit. Dan seketika, angin lautan kemudian memeluk tubuhku yang ringkih lalu meremukkan rusukku saking terasa dingin.

Nyanyian burung pun terdengar pilu. Hatiku yang penuh sesal tersayat rasanya.

Aku menangis. Sesalku belum selesai.

Comments

Post a Comment