Daddy and Daughter

Cerita ini kisah kemarin. Ketika senja tak terasa indah, ketika hujan terasa menyedihkan.

Kemarin bukan hari yang begitu luar biasa, sebaliknya, kemarin adalah hari yang cukup mengenaskan. Dimulai dari terlambat masuk kelas Grammar II (syukurnya ibu dosen masih membolehkan masuk, meski tatapannya menyiratkan ketidak-sukaan), kemudian 'terpaksa' mentraktir teman (padahal duit udah pas-pasan untuk beli bensin di perjalanan pulang kampus), sampai akhirnya kehujanan.

Bukan masalah sial atau tidaknya kemarin, tapi ada satu kisah kecil yang cukup menarik di mata saya ketika hujan kemarin. Hujan yang turun ketika senja berakhir dan malam baru saja dimulai. Kisah itu betul-betul mengusik hati ketika saya menyaksikannya.

Hujan yang kemarin turun itu begitu tiba-tiba. Sebelum sampai pada lapu merah ke-dua dari kampus hujan itu tiba-tiba menetes dan membasahi sedikit kemeja saya yang sedang melaju dengan sepeda motor. Sedikit terkejut, saya segera menepi dan berteduh di depan sebuah toko emas yang sudah tutup. Di sana sudah ada beberapa orang yang berteduh terlebih dulu.

Saya memarkir motor dan hanya duduk di atas motor sambil menyaksikan hujan turun yang semakin deras. Sembari itu, saya memperhatikan jalan raya. Banyak pengendara yang nekat menerobos hujan tanpa menggunakan jas hujan, sisanya melanjutkan perjalanan mereka dengan mengenakan jas hujan dan mobil.



Beberapa lama kemudian, menepilah seorang mbak-mbak. Setelah ia turun dari motornya, saya baru sadar bahwa dia basah kuyup. Gamis dan kerudungnya basah. Kemudian dia menyeka sisa air hujan pada kacamatanya. Lalu ia mengeluarkan ponsel.

Tidak sebentar dia berteduh, namun tak lama kemudian menepilah seorang lagi yang kemudian menghampiri si mbak tadi. Seorang lelaki paruh baya dengan jas hujan dan tudung yang melindungi kepalanya yang tanpa helm. Rupanya itu ayah si mbak.

Ayahnya itu kemudian mendekat dan sedikit berbincang dengan putrinya. Lalu ayahnya terlihat membukakan jok motor si mbak. Ia mengeluarkan jas hujan yang ternyata ada di motor si mbak. Awalnya, saya pikir si ayahnya datang hendak mengantarkan si mbak jas hujan, ternyata tidak begitu.

Setelah mengeluarkan jas hujan, si mbak memakai atasannya saja (jas hujajn yang terdiri atas jaket dan celana). Rupanya di mbak sedikit kesulitan menutup resleting jaketnya, namun ayahnya dengan sigap membantu. Melihat itu dari jarak yang tidak terlalu jauh membuat saya sedikit terharu, atau lebih mendekati sedih. Saya hanya tersenyum menyaksikan mereka.

Beberapa saat kemudian, mereka beriringan meninggalkan tempat berteduh. Jadi, si mbak tadi mengatakan pada ayahnya bahwa ia tidak bisa melihat dengan jelas di tengah hujan sehingga ayahnya pun datang menjemput. Ah, manis sekali ayahnya :')

Bukannya apa-apa, tapi di tengah keadaan hujan yang begitu lebat pada malam kemarin itu, setelah menyaksikan hal itu, hati saya sedikit ngilu dan pedih. Saya berpikir, bagaimana jika saya menghubungi ayah saya dan memintanya hanya mengantarkan jas hujan, akankah ia akan datang? Sungguh sedih memikirkan kemungkinan jawaban tidaknya.

Sambil menegarkan diri, saya tersenyum saja mengenang yang baru tadi saya lihat. Siapa kira-kira yang bisa saya mintai tolong untuk hal sesepele itu, meski sebenarnya saya tidak perlu melakukannya karena saya lebih suka basah kuyup karena menerobos hujan. Setidaknya, jika saya tahu siapa yang kiranya ada untuk menolong saat itu, maka saya akan merasa senang :D Yah, setidaknya selama berteduh masih ada yang menemani saya saling berbalas pesan singkat.

Karena waktu maghrib yang semakin mendekati akhir, saya pun memutuskan untuk pulang menerobos hujan dan basah kuyup. Entah apa yang ada di pikiran orang-orang yang masih menunggu redanya hujan itu ketika melihat saya nekat menerobos hujan. Yang penting masih dapat melaksanakan sholat maghrib :)

Di tengah perjalanan yang sangat basah itu, saya terus mengenang kejadian ayah dan putrinya itu. Sweet sekali... Sampai sekarang ketika mengetik ini, saya masih merasa sedikit iri pada mbak itu, hehe.

Comments