Panggung Sandiwara

Kata orang, "hidup ini adalah panggung sandiwara". Kita hidup dengan skenario yang telah dituliskan oleh Sang Pencipta. Kita menjalani hari-hari kita sesuai dengan apa yang telah diatur. Namun tentu saja tak sepenuhnya hidup kita bergantung pada skenario itu, ada yang bilang "hidup adalah pilihan". Jelas, dua hal itu benar, kan? Tapi saya mau menelisikk tentang kata orang yang pertama aja, muehehe.

Analogi dari "hidup ini adalah panggung sandiwara": kita adalah aktor atau aktris yang mampu memerankan beberapa tokoh dalam latar tempat dan waktu yang berbeda-beda. Betul, kan?

Kadang saya sering dengan sadar maupun tidak sadar ternyata sedang berperan. Di satu tempat saya menjadi seorang yang lain, di tempat lain saya menjadi orang lain lagi, begitu seterusnya. Bagaimana saya memainkan peran saya adalah tergantung dari siapa saja orang di sekitar saja. Hal itu mudah pada awalnya, tapi kemudian menjadi sulit ketika saya bersama dua orang berbeda di mana saya menjadi dua orang yang berbeda dengan masing-masing mereka. Nggak heran kalo misalnya ada yang bilang, "Ya ampun... ternyata kamu anaknya/orangnya begini...."

Entah karena sudah terbiasa atau bagaimana, setiap bersama orang yang berbeda saya memainkan peran yang berbeda pula. Pernah satu-dua kali saya merasa betul-betul tak mengenal bagaimana diri saya yang sebenarnya karena sering menjadi orang yang berbeda-beda itu. Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, sepertinya saya bukan menjadi orang lain, hanya saja bersikap seperti orang lain. Eh, apakah itu sama saja?

Ada saat di mana saya merasa iri terhadap orang-orang yang bisa hidup dengan jujur. Jujur apa adanya tentang bagaimana mereka sebenarnya di depan orang yang berbeda-beda. Jujur di mana mereka menunjukkan begitulah mereka. Tapi lagi, saya merasa kadang hal itu sama saja seperti menelanjangi diri sendiri, membiarkan orang lain mengetahui kita seutuhnya. Menurut saya, orang lain hanya perlu dan cukup tau bagaimana kita sesuai dengan porsi kita bersama mereka, tidak lebih dan tidak kurang.

Setiap orang berhak untuk punya pandangan hidup masing-masing, kan? Yah, mungkin itulah yang menjadi landasan saya berkata seperti di atas.

Mengapa? Kali ini mengapa bagi saya adalah mengapa saya bisa dan mau repot-repot menjadi orang yang berbeda-beda di depan orang lain? Mengapa? Mungkin saja karena saya terlalu risih jika orang-orang mengenal saya terlalu baik. Mungkin juga karena saya tidak ingin direcoki kehidupannya oleh orang lain. Satu kemungkinan lagi, mungkin saya pengecut (?).

Kadang saya kesel sendiri, kenapa saya harus menjadi pribadi yang berbeda di depan orang lain. Tapi setelah saya pikir-pikir lagi ternyata saya orangnya nggak mau repot. Ya, nggak mau repot direcokin sama orang lain. Cukuplah mereka mengenal saya seperti apa yang saya tampakkan saja, hihihi.

Di rumah, saya berperan sebagai anak tertua dalam keluarga, yang berusaha selalu bisa diandalkan sama ibu dan adek, menjadi pelindung buat ibu dan adek, menjadi panutan buat adek, dan jadi anak yang patuh sama ayah.

Di kampus, ada dua kehidupan atau bahkan tiga bagi saya. Pertama, di depan teman-teman kelas saya berperan sebagai pelajar yang biasa saja, suka bermain, kadang mengacuhkan dosen yang sedang menerangkan, malas-malasan mengerjakan tugas, dll. Ke-dua, di depan teman-teman organisasi saya berperan sebagai anak baru yang biasa saja, seperti untouchable. Kadang terganggu juga sama diri saya yang seperti itu, tapi namanya sudah terlanjur, hehe :D

Tidak perlulah saya ulas semua peran saya dalam postingan ini....

Satu pertanyaan; kapan. Ya, kapankah saya menjadi diri saya sendiri? Hmm... seperti yang saya katakan tadi, saya bahkan bingung mengenali diri saya sendiri. Tapi mungkin sekarang saya bisa menjawabnya sedikit. Saya menjadi diri saya sendiri pada tiga saat, yaitu ketika sendiri (entah ini terhitung atau tidak), ketika saya sedang berinteraksi dengan Tuhan, dan ketika bersama dia. Ya, dia. Seseorang yang merelakan dirinya untuk mengenal saya (cieeeee).

Begitulah hidup, ya. Panggung sandiwara. Tapi setiap panggung pasti punya backstage, kan? Ya, mungkin dialah backstage saya di panggung sandiwara ini :3


#12th #specialpost <3

Comments