Trust in Life


sebenarnya saya tidak pernah mempercayai siapapun lagi sejak saya tahu bagaimana sakitnya sebuah pengkhianatan atas kepercayaan terbesar.
semua janji-janji hanya mimpi buruk yang tak akan pernah berakhir indah.
mempercayai orang, bagi saya sekarang, adalah memberikan separuh hidup. menyakitkan sekali, bukan, kalau kepercayaan itu disia-siakan?
pernah, ketika saya mempercayai satu orang, tapi ternyata kepercayaan saya hanyalah semu. dia tidak bisa dipercaya. hari ini ia mengatakan janji, namun keesokannya sudah diingkari. kemudian dia meminta maaf dan berjanji lagi, namun sekalinya mengingkari ia mengingkari lagi.
mempercayai seseorang seperti bertaruh; apakah dia benar bisa dipercaya atau hanya kelihatannya bisa dipercaya.
kepercayaan, bagi saya sekarang, adalah satu hal yang sangat sulit yang akan saya berikan kepada seseorang. sekalinya sudah percaya, jika dikhianati sedikit saja, maka seluruh kepercayaan yang saya berikan hilang begitu saja. kepercayaan saya akan sangat sulit kembali kepada seorang yang telah menyia-nyiakannya.
dalam waktu dekat ini bisakah saya menemukan orang yang benar-benar bisa saya beri kepercayaan dan tidak ia sia-siakan? adakah seorang yang ketika berjanji akan benar-benar berjani dan tidak mengingkarinya?



sudah terlalu banyak janji yang saya dengar dan harapkan.
namun semua itu hanyalah ucapan yang tak pernah diwujudkan.
harapan pun hanya harapan yang tak pernah menjadi nyata.
rasa sakitnya dikhianati itu entah berapa lama waktunya untuk sembuh.
jika saja saya terkadang tak merasa begitu kesepian dan membutuhkan, barangkali tak akan ada orang yang saya jadikan teman.
mempercayai seseorang itu seperti bertaruh pada mimpi buruk, entah bagaimana maksudnya.
saya rasa saya tidak bisa menaruh kepercayaan penuh pada satu orang dalam waktu dekat ini. pengalaman telah memberitahu saya bahwa terkadang memberi kepercayaan itu sama saja dengan membukakan jalan bagi sebuah luka.

betapa asiknya menyaksikan hidup orang lain yang entah bagaimana kadang membuat iri atau bersyukur.
menyaksikan hidup orang lain seperti membaca sebuah buku, kita tak tahu bagaimana jalan ceritanya kalau kita tidak terus mengikutinya. bahkan emosi pun bisa ikut bermain ketika menyaksikan hidup orang lain.
kadang hidup ini memang panggung sandirwara, namun seringkali hidup ini lebih seperti buku.
setiap perjalanan hidup seseorang adalah hal menarik untuk diikuti, sayangnya saya pun punya kehidupan sendiri yang harus diselesaikan. sering sekali saya terlupa untuk mengurusi hidup saya saking asiknya menyaksikan hidup orang lain.

mungkin saja jika saya sakit saat ini atau bahkan sejak beberapa lama yang lalu. bisa jadi saya sakit jiwa karena sering berubah-ubah watak. tapi tak apa saya rasa, selama saya masih bisa mengerjakan kewajiban dengan baik.
bisa jadi saya terlalu sering mengeluh dan kurang bersyukur atas semua yang sudah diberikan Tuhan. entah, kadang saya merasa Tuhan tak pernah begitu baik, dan saya tahu bahwa dugaan saya itu tak pernah benar jika prasangka buruk. namun begitulah... kadang saya memang terlalu menentang bahkan Tuhan. semoga saja Tuhan masih memaafkan saya, aamiin.

rasanya seperti ingin keluar dari batasan-batasan dalam hidup saya dan mencoba area baru, tapi rupanya masih sulit untuk bisa keluar.


apakah kita pernah benar-benar peduli pada seseorang? pada teman, sahabat, kekasih, atau bahkan orang asing?
saya merasa sedikit sekali orang yang benar-benar peduli pada orang lain. saya yakin saya seperti ini karena sudah tak percaya lagi dengan orang lain. tapi sebagian rasanya benar begitu, mereka peduli karena mereka memiliki sesuatu yang ingin dicapai. Tuhan, maafkan saya lagi karena berprasangka buruk pada hamba-Mu.

invisible.
sering sekali saya merasa ingin tidak terlihat dan tidak dipedulikan. faktor pertama karena ketidapercayaan, faktor kedua karena lelah akan kepura-puraan. ya, pura-pura peduli dari orang lain.
entah, kecurigaan terlalu sering menyambangi hati dan pikiran saya sehingga membuat orang lain tak pernah tulus di mata saya. selalu saja ada kepentingan pribadi di balik kepedulian bagi sebagian orang. parahnya, sebagian bagi saya adalah sebegian besar.
kadang ketika diperhatikan dan diperdulikan saya menjerit keras-keras dalam hati kepada mereka untuk membiarkan saya sendiri saja.
saya belum pernah untuk benar-benar paham akan seseorang yang selalu bisa peduli pada siapa saja tanpa ada embel-embel a.k.a. orang yang tulus. untuk saya, menjadi peduli pada orang lain hanya merupakan formalitas dan keharusn yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial. tidak ada yang istimewa dari mempedulikan dan dipedulikan, begitu yang saya selalu pikirkan.
tak bisa pula saya menyangkal bahwa terkadang saya merasa senang diperhatikan, tetapi di saat-saat tertentu saya sama sekali tidak membutuhkan itu :)


cinta sejati.
saya tidak tahu apa-apa mengenai gambaran sebuah (atau seorang) cinta sejati itu. saya hanya menyaksikannya dalam sebuah drama yang dipertontonkan di televisi atau layar lebar dan disajikan dalam sebuah novel atau buku cerita.
bagaimana cinta sejati itu?
dekat sekali, ibu kita adalah bukti nyata dari sebuah cinta sejati. namun kita menuntut lebih banyak bukti. akhirnya kita menelan mentah-mentah saja semua drama tentang cinta sejati.
sungguh, saya sulit sekali untuk mempercayai apapun saat ini.
bualan. *terkekeh*
mengapa sebuah cinta yang mungkin saja akan menjadi sejati tidak bisa untuk tidak menuntut apapun dari yang lainnya?


bagaimana menyampaikannya, ya?
hidup ini rasanya benar-benar hanya seperti panggung sandiwara saja. siapa yang berlakon paling baik, dia akan mendapatkan cap sebagai orang yang paling baik. sepertinya setiap orang memiliki topeng untuk menutupi dirinya yang asli dari orang lain, entah benar atau hanya opini saya belaka.
maaf saja jika ada yang merasa tersinggung, tapi itulah pendangan saya sejak beberapa lama ini.
kepercayaan, kepedulian, bahkan cinta sejati sepertinya hanya bumbu manis yang diada-adakan saja. semoga suatu hari nanti semua pandangan saya saat ini bisa berubah 180 derajat, aamiin.

Comments