Deluna #1

Hari itu akhirnya hujan turun juga setelah menanti berbulan-bulan. Hujan yang datang bersama gemuruh langit dan awan mendung yang pekat. Hujan yang mengguyur seperti tumpah begitu saja. Si angin pun tak ingin ketinggalan meramaikan hari itu.

Tak ingin mengambil resiko ataupun berlagak sok berani, orang-orang mulai menepi dan berteduh di pelataran ruko-ruko pinggir jalan. Deluna termasuk salah satunya. Ketika sedang asyik berjalan sambil mendengarkan lagu, hujan tiba-tiba menderas dan ia bergegas mencari tempat berteduh.

Bersama dengan para peneduh yang lain, Deluna berdiri. Headsetnya dilepas karena ia ingin menikmati suara hujan yang menderu seperti persembahan melodi dari alam. Sembari merapatkan jaketnya, Deluna diam-diam menyukai udara dingin yang mengelimuti hari itu.


Namun, sebuah suara menarik perhatian Deluna. Ia menoleh ke kanan untuk melihat asal suara itu. Seorang anak, yang usianya kira-kira enam tahun, berdiri di sana. Ia terlihat kedinginan karena ia berdiri tanpa alas kaki, baju yang dikenakannya tipis dan sudah basah. Sepertinya dia telah berlari menembus hujan sebelum ikut berteduh. Samar-samar Deluna mendengat suara gigi anak itu bergemeletuk. Selama beberapa saat Deluna memerhatikan anak itu dalam diam.

Kemudian dibukanya risleting jaket dan ditanggalkannya jaket itu. Deluna menyampirkan jaketnya ke pundak anak itu. Mungkin sedikit terkejut, anak itu mendongak dengan tatapan kaget. Tapi Deluna menyenyuminya dengan hangat sehingga anak itu tak setegang sebelumnya.

"Kamu bisa buka bajumu yang basah itu, pake jaket aku aja biar nggak dingin," ujar Deluna lembut.

Takut-takut, anak itu menyodorkan kembali jaket Deluna dan membuka bajunya yang basah kuyup. Dengan segera Deluna kembali menyampirkan jaketnya pada pundak anak itu.


"Terima kasih, kak," ucap anak itu dengan suara yang sedikit gemetar, mungkin karena ia kedinginan.

Deluna membalasnya dengan senyuman. Ia pun berdiri di sebelah anak itu, ia ingin memastikan bahwa anak itu tidak akan jatuh pingsan akibat kedinginan. Namun, samar-samar Deluna mendengar suara perut anak itu. Deluna menunggu lagi dan mendengar suara perut anak itu lagi.

"Dek, kamu sudah makan?" tanya Deluna hati-hati.

Anak itu menoleh kaget dan terlihat malu kemudian memegangi perutnya. "Belum, kak. Belum dapat uang buat beli makan," sahut anak itu lirih.

Deluna segera merogoh tas yang dibawanya, mengeluarkan sebungkus roti dan sekotak susu coklat lalu diberikannya pada anak itu. "Ini buat kamu saja, dek."

Anak itu ragu sebelum menerima roti dan susu dari Deluna. Anak itu baru mengambil pemberian Deluna setelah disenyumi lagi. "Terima kasih banyak, kak!" kata anak itu begitu senang.

Deluna memerhatikan anak itu makan dengan lahap. Dalam benaknya ia bertanya-tanya, sudah berapa lamakah anak itu menahan laparnya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana hidup berjuta anak-anak seperti anak itu, bergantung pada jalanan dalam menghidupi diri mereka.

Comments