Hidup yang Mendewasakan Kita; Mau Dewasa atau Tidak, Hidup Hanya Sekali

source
It is true or not, it all depends on how you through your life. Memang, hidup ini keras. Tapi bagi siapa yang tangguh, kerasnya hidup hanya akan menjadi batu loncatan untuk menjadi lebih baik lagi. Tidak ada yang mudah jika kita memang tidak mau berusaha, tapi semua akan indah jika kita terus bekerja keras untuk mencapai sesuatu yang lebih baik. Karena, seperti lagu JKT48, usaha keras itu tak akan mengkhianati. :D

Ingat bagaimana ulang tahun pertamamu dirayakan? Ingat bagaimana wajah bahagia keluargamu ketika kamu mulai memasuki usia dua tahun? Ingatkah apa yang berhasil kamu capai ketika sudah berumur tiga tahun? Bagaimana perubahan kepribadianmu sepuluh tahun setelah itu? Apa yang membuat usia tujuh-belas-tahun-mu menjadi bergitu berkesan? Jika kamu menjawab karena tujuh-belas-tahun hanya terjadi sekali, bukankah semua usia juga demikian? Lantas, apa yang akan kamu lakukan pada usia selanjutnya?


Banyak yang bilang begini, "Menjadi tua itu pasti, tapi menjadi dewasa itu pilihan." Iya, benar. Ada anak kecil yang baru berusia sepuluh tahun sudah bersikap dewasa seperti orang usia dua-puluh-tahun. Dan sebaliknya, ada orang yang usianya sudah berpuluh-puluh, tapi belum bisa berlaku dewasa. Jadi, bagaimana sebenarnya dewasa itu?

Menurut pandangan Islam, dewasa itu dimulai ketika kita sudah akil baligh atau memasuki masa pubertas. Menurut orang-orang, dewasa itu ditandai dengan kemampuan kita untuk membedakan hal yang benar dan hal yang salah. Selain itu, dewasa juga ditandai dengan mampunya kita untuk bisa menentukan sikap yang tepat untuk dilakukan pada suatu keadaan tertentu. Ada juga yang mengatakan bahwa dewasa  itu untuk bisa mengerti, memahami, dan menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi, menerima bahwa hidup tidaklah bisa selalu seperti yang diharapkan.

Terlalu banyak definisi dewasa rasanya. Saking banyaknya, dewasa itu seperti sebuah persyaratan berbelit-belit untuk bisa lolos kualifikasi dalam menjalani hidup. Kalau saya pikir-pikir, menjadi dewasa itu mudah, tapi tidak semudah yang saya pikirkan tentu saja. Karena orang lain belum tentu berpikir sesederhana saya untuk menjadi dewasa. Atau... saya berpikir menjadi dewasa itu mudah karena saya pun sesungguhnya masih kekanak-kanakan yang bahkan tidak tau apa artinya dewasa.

source
Selalu. Survei yang paling mudah saya lakukan untuk memenuhi materi menulis adalah dengan menonton. Bukan menonton TV, tapi menonton kehidupan. Bukankah kehidupan ini tontonan? Saya menonton hidup orang-orang di sekitar saya, memerhatikan bagaimana mereka menyikapi hidup mereka,, bagaimana mereka menyelesaikan masalah mereka, bagaimana mereka berambisi menggapai apa yang mereka inginkan, bagaimana mereka mensyukuri apa yang telah mereka punya, dan bagaimana cara mereka mengeluhkan hal yang menurut saya sepele. Sungguh beragam dan menarik! Sayangnya saya terlalu banyak menonton sehingga lupa bagaimana caranya untuk belajar. Kadang-kadang.

Ketika saya mencoba untuk bertingkah dewasa, saya merasa sekeliling saya akan menjadi janggal. Saya melihat dunia dengan persepsi yang berbeda. Muncul pertanyaan-pertanyaan yang saya sendiri jadi emosi ketika mencoba untuk menjawabnya. Misalnya:

Kenapa mereka bertingkah sangat kekanak-kanakan padahal sudah duduk di bangku kuliah?
Kenapa mereka mengeluhkan hal yang sebenarnya bukan apa-apa?
Kenapa mereka meributkan hal yang tidak penting?
Kenapa mereka sering menuntut hal yang menjadi hak mereka untuk ditiadakan, seperti jam kosong perkuliahan misalnya?
Kenapa mereka sering menghabiskan waktu dengan berlakar tak tau arahnya di saat waktu begitu berharga?


Saat sedang mencoba untuk menjadi dewasa, saya sulit menjawab hal-hal tersebut. Tapi ketika saya sedang lelah, saya ikut jadi kekanak-kanakan juga...




source
Ada suatu saat, ketika saya sedang berusaha untuk menjadi dewasa, orang-orang di sekitar saya berkata bahwa saya berubah. Ya, saya sedang mencoba berubah. Menjadi dewasa dan lebih baik. Tapi mereka bilang bahwa perubahan saya sangat tidak asik! Saya menjadi terlalu serius dan kekurangan selera humor sehingga lelucon yang biasanya lucu jadi garing. Bagaimana, ya? Kalau tidak mencoba jadi dewasa, dikatai kekanak-kanakan. Giliran sedang mencoba malah dibilang berubah. Lantas, apa saya harus menjadi dewasa ketika orang lain menginginkannya dan sebaliknya juga? Dengan kata lain, diatur oleh lingkungan. Apakah harus? I think again.

Ketika dewasa menjadi pilihan, apakah itu hanya soal diri kita saja atau juga melibatkan orang lain? Menurut saya, ya, soal diri kita saja. Karena, kan, yang menjalani kita. 

Satu lagi, kadang ketika kita mencoba untuk menjadi dewasa kita terlebih dahulu akan mencoba bertingkah seperti orang lain, kasarnya, sih, tidak menjadi diri sendiri. Tapi itu hanya pendapat saya saja. Sesungguhnya menjadi dewasa itu rumit ketika harus membuat tutorialnya (siapa pula yang mau? Saya tidak minat.)

Jadi, bagaimana dewasa itu?

Entahlah, saya juga masih gamang dalam menjawabnya. Kadang saya merasa sudah paham betul arti makna dari dewasa, tapi pada saat yang bersamaan saya merasa tidak tahu apa-apa sama sekali. Yang seringkali saya lakukan hanya menjalani hidup sebagaimana seharusnya dijalani, meskipun saya lebih sering terkesan pasrah. Sesungguhnya saya menaruh harapan saya pada sesuatu yang saya tahu kepastiannya, sedangkan mimpi adalah sesuatu yang kenyataannya masih bisa saya rancang dan usahakan. Saya mungkin terlihat seperti orang yang tidak memiliki beban dalam menjalani hidup, perkuliahan misalnya, padahal saya hanya penasaran, ingin melihat ke mana semua akan bermuara sehingga saya hanya tinggal menjalaninya saja. He he...

source
Ah! Tiba-tiba saya mendapat bisikan dari makhluk di kepala saya mengenasi definisi dewasa. Katanya dewasa itu tentang bagaimana kita mengatur emosi, menyalurkan emosi yang tepat, dan menemukan pelarian yang tepat. Tiba-tiba saja saya teringat pertikaian semalam dengan seseorang (sebut saja kekasih). Semalam rasanya saya sangat tidak dewasa, tapi ketika saya mencoba untuk dewasa, yah, percuma saja. Jadi, dijalani saja dan lihat ke mana semua akan bermuara.

Hidup yang mendewasakan kita. Benar adanya. Bukankah pengalaman selalu menjadi guru terbaik? Tapi, ada saja yang saya tonton bahwa seseorang tidak juga dewasa meski hidupnya sudah panjang. Apakah dia yang memutuskan untuk tidak menjadi dewasa, atau ... ah, saya tak punya gagasan lain.

Rupanya tulisan ini hanya kembali lagi seperti aliran air yang selalu kembali pada asalnya. Hidup yang mendewasakan kita; mau dewasa atau tidak,, hidup hanya sekali. Dan satu lagi yang juga benar adanya, tua itu pasti, dewasa itu pilihan. Think wise, think again :)
source

Comments