Tunas Manusia

Ingatan saya melayang kembali pada celetukan bocah, “Mau jadi guru TK, karena bisa main sama anak-anak.”
Sekitar tujuh belas tahun kemudian, bocah itu memang tidak menjadi guru TK karena ternyata setelah besar, berurusan dengan anak TK itu ribet karena anak TK banyak tanya, susah dilarang, dan sangat berjiwa explorer! Meskipun demikian, dia bekerja dan berkecimpung dengan anak-anak. Dalam hati ia menyadari bahwa cita-cita yang dulu ia celetukkan menjadi nyata; berkecimpung di dunia terkait mengajar dan membimbing anak-anak.
Okay, I’m talking about me ~
Sempat terpikir untuk sama sekali tidak bekerja sejurus dengan jurusan kuliah yang saya ambil, tapi nyatanya… saya merasa nyaman dan puas menggeluti pekerjaan yang sungguh berkaitan dengan Jurusan Kuliah saya itu. Hadeh… Kalau kata orang, bekerjalah sesuai passion. Maka, mungkin passion saya adalah mengajar dalam artian luas. Selain itu, saya sangat merasa tertarik untuk mempelajari jiwa manusia. Dulu pengen Kuliah Psikologi, tapi kejauhan. Tapi itu tidak mematikan minat saya! Sampai sekarang obsesi lain saya adalah belajar psikologi secara otodidak alias tanpa mengenyam Pendidikan formalnya, belajar dari buku dan lapangan. Kemudian muncul gagasan Pendidikan S2, jadi tidak mustahil saya mengambil Jurusan yang mengawinkan Jurusan dasar saya dengan Jurusan target yang belum tersampaikan itu. Saya pun jadi makin bersemangat mencari-cari alasan, bertanya-tanya dalam diri saya atas dasar apa saya ingin mengambil Jurusan tersebut.
Saat ini saya sedang tidak ingin ke mana-mana, soal pekerjaan. Meski upahnya tidak bisa terbilang besar, tapi kepuasan saya cukup terpenuhi. Sesekali memang pernah terpikirkan tentang menjadi pegawai kantoran yang kerjanya di depan laprop, mondar-mandir ruangan bos dan sebagainya, tapi rasa-rasanya saya tidak kuat menghadapi rutinitas yang demikian. Untuk saat ini cukup dulu untuk beberapa waktu ke depan sampai saya merasa sudah cukup. Sayangnya, perspektif orang tidak bisa kita paksakan; teman saya bersikukuh mengatakan pada saya untuk keluar dari zona nyaman saya bekerja di lingkup ini.
Wah… Beberapa waktu lalu, sempat terbersit sebuah pemikiran yang sampai saat ini masih saya yakini; bahwa dalam zona nyaman itu sendiri penuh dengan tantangan. Meskipun stigma orang-orang meyakini bahwa di luar zona nyaman itu adalah tantangan yang dapat membentuk mental kita menjadi lebih kuat. Dalam hal ini, saya cukup percaya diri untuk meyakini pemikiran saya. Nyatanya, bergelut dengan jiwa-jiwa murni ini sangat penuh tantangan, karena visi saya cukup muluk, yaitu menjadikan mereka tunas yang mengakar kuat pada potensi baik yang mereka miliki. Setiap hari yang saya pikir adalah kemarin yang berulang, nyatanya sangat berbeda. Dan perbedaan itu tentu adalah tantangan bagi saya untuk terus beradaptasi, membuka diri, mengosongkan persepsi supaya dapat menerima dan mengolah kepribadian yang mereka tunjukkan hari itu; menyiapkan hal-hal untuk pertemuan selanjutnya. Sebisa mungkin menyisipkan hal-hal baik yang akan mereka patri dalam jiwa mereka yang akan mereka bawa sampai dewasa, menunjukkan pada mereka bahwa pribadi mereka adalah pribadi yang baik. Wah!
Rabu kemarin, saya jatuh hati pada mereka. Karena melihat mereka mau belajar dengan tenang meski pada awalnya saya khawatir kelas akan menjadi gaduh lagi. Mau tidak mau, mereka mampu belajar dengan cara mereka. Selama ini, saya yang kurang cepat menyadari pola belajar mereka sehingga saya dengan berat hati bereksperimen dengan berbagai metode untuk memaksimalkan kegiatan belajar yang menyenangkan bagi mereka. Saya pun bisa sedikit berlega hati karena kemarin berjalan lebih baik dari biasanya. PR untuk saya; menyusun pembelajaran selanjutnya yang bisa membuat mereka semua nyaman. See? The challenge is still there and it is a continuity challenge.
Tidak berhenti di situ, obsesi saya pun masi bertebaran di ranah lain. Tentu saya harus pandai memanejemen waktu untuk terus bisa mengekplor obsesi saya itu.
Untuk memenuhi kebutuhan pikiran saya akan ilmu psikologi, saya mulai banting setir membeli buku-buku yang berkenaan dengan psikologi dimulai dari novel dan selanjutnya buku teori. Memenuhi hasrat saya akan seni, saya berusaha banyak membaca buku walaupun genre-nya hampir monoton (hahaha), mendengar lagu, mempelajari liriknya, menyaksikan teater dan menonton film. Hal-hal yang berbau seni. Tapi kurang minat pada seni tari.
Masih soal psikologi, saya selalu yakin bahwa setiap manusia itu unik dengan keunikannya masing-masing dan tiap manusia adalah sampel yang sempurna untuk belajar. Maka dari itu, saya pun terus berusaha membuka diri dan mengosongkan persepsi ketika bertemu dengan orang baru, pun ketika bertemu dengan orang yang sama di lain hari. Saya ingin sekali mampu memahami keadaan dan pemikiran dan persepsi dan perspektif mereka dengan baik, maka saya terus berusaha dan  belajar meskipun seringkali saya pun ingin didengar, dimengerti, dan diayomi (hihihi). Intinya, saya suka dengan manusia dan terobsesi untuk menemukan pola kejiwaan pada mereka (asik!).
Bicara tentang tunas manusia, saya bicara tentang anak-anak. Entah kenapa saya begitu tertarik dengan mereka. Ini bukan kecenderungan pedofilia, lho, ya! Karena saya agak jengah dengan sikap dan pemikiran manusia-manusia dewasa, saya berusaha untuk sedikit memperbaiki tunasnya. Bukankah menyelesaikan masalah itu harus dari akarnya? Ya, maka sampel yang menurut saya ideal adalah anak-anak. Jiwa mereka masih murni meski agak tercemari oleh acara-acara televisi yang cukup parah pada zaman ini; sinetron, gossip, dan acara tidak berfaedah lainnya. Saya sangat ingin sedikit berkontribusi dalam pembentukan karakter unggul yang pastinya sudah ada pada tunas-tunas manusia saat ini. Walaupun saya sendiri masih berusaha memperbaiki diri, saya tidak mau melihat mereka gagal tumbuh gemilang sebagai manusia; saya ingin membantu membangun jiwa besar mereka, jiwa luhur, dan segala kebaikan moral yang sudah sepatutnya dimiliki manusia.
Bagaimana bangsa ini ke depannya adalah bagaimana tunas-tunas ini dipupuk oleh kita saat ini. (Bahasan dan bahasa sudah mulai agak berat, jadi agak membeban juga…)
Bangsa saat ini sudah cukup terpuruk oleh sempitnya perspektif dan rendahnya moral serta tingginya hasrat berkuasa dan bermateri, tentu saya tidak ingin di masa mendatang tunas-tunas manudia ini melanjutkan keterpurukan saat ini. Meski ibarat butiran debu, namun saya tetap terus ingin ikut berkontribusi dalam pembentukan karakter tunas manusia. Walau sulit, tapi saya menolak menyerah. Walau lelah, saya harus terus menerobos. Walau muluk, saya harus percaya bahwa yang saya lakukan (meskipun kecil) akan melahirkan sedikit perubahan.
Beberapa waktu lalu, tepatnya minggu lalu, saya dihadapkan pada dua sampel manusia yang saya kategorikan menyebalkan. Saya sungguh kesal dan sebal. Tapia pa mau dikata, mereka bukanlah lagi tunas manusia yang bisa dibentuk ataupun dikuatkan. Yang bisa saya lakukan adalah belajar dari mereka bahwa tidak baik berlaku seperti mereka. Kemudian saya berdoa semoga mereka bisa menjadi manusia yang lebih baik. Ya, memang saya belum tentu lebih baik dari mereka, tapi saya berharap demikian. Dihadapkan pada kedua sampel itu membuka mata realita saya untuk melihat bahwa pada kenyataannya mengolah karakter bukan perkara mudah. Salah satu jalan yang saya yakini bisa memberikan efek yang cukup besar adalah membaca.
Saya bersyukur dalam darah saya mengalir kegemaran membaca. Membaca sejak kecil membuat saya tahu lebih banyak dan melihat dari banyak perspektif. Lantas hal itu membuat saya heran ketika dihadapkan pada orang-0rang yang terlalu sempit memandang hal-hal yang terhampar di dunia luas ini. Pada saat yang bersamaan, saya sama sekali tidak ingin menyombongkan diri dalam hal ni; hanya menyampaikan apa yang terpendam dalam benak saya.
Bicara soal manusia, orang lain, dan diri sendiri nampaknya membuat otak saya yang apa adanya ini njelimet, menimbang-nimbang salah-benar. Karena pada zaman sekarang, orang-orang sangat mudah tersulut emosinya sebelum mencoba melihat lebih luas. Refleks, saya pun merasa ragu-ragu; apakah saya sudah cukup netral dalam penjabaran ini?; apakah saya tidak meremehkan satu pihak dalam tulisan ini?
Semoga tulisan ini dapat membantu saya sedikit memahami apa yang berkeliaran dalam kepala saya, selain kamu. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi yang membaca untuk lebih banyak membaca dan mencoba melihat dari banyak perspektif. Semoga pada suatu saat di masa depan, tulisan ini dapat membantu saya dalam melangkah di jalan yang njelimet.
Sekian!

Comments