Balada: Ingin Jadi Bartender Kopi


Ya, ini cerita tentang salah satu mimpi yang ternyata tidak terkubur. Salah satu cita-cita yang masih ingin saya capai adalah untuk memiliki sebuah kedai kopi. Lalu, pada Kamis kemarin saya sempat berjumpa dengan kawan lama dan banyak berbincang tentang macam-macam. Salah satunya, betapa menjamurnya kedai kopi di Mataram. Mulai dari kedai kopi independen sampai retail. Dan ia berpendapat bahwa yang menjadikan kedai kopi retail itu ramai ialah faktor gengsi. Yap. Perlu penjabaran?

Oke.

Siapa tak tau Starbucks? Siapa tak tau MAXX Coffee? Siapa tak tau JCo? Siapa tak tau …? Silakan disebutkan kedai kopi retail yang ada di mall. Siapa yang tau? Beken dan keren, kan? Nah, makin keren dong kalo nongkrong di sana? Minum sambil ngobrol sambil internetan modal Wi-Fi, foto-foto, unggah, bikin caption yang cool. Beres.

Paham gengsinya di mana?

Oh, tentu harganya rada-rada bikin dompet langsung kisut. And Im not a kind of person yang demen menguras isi kantong yang belum terlalu berlebihan ini untuk sesuatu yang belum bisa memenuhi kepuasan lahir-batin seperti itu. Mending kalo mau minum latte yang ada symbol hati atau daun gitu, ya, di kedai kopi independen gitu, yang bukan retail. Alasan? Ya, harga masih masuk akal, dan kepuasan bisa sedikit tercapai-lah. Kalau orang macem saya ke kedai kopi retail, yang ada udah duluan ga nafsu minumnya saking udah loyo di kasir. Saya pernah tiga kali mencoba ngopi di kedai kopi beken, dan … sedih, ha ha ha. (1) Harganya biking a ikhlas; (2) rasanya tidak se-memuaskan kedai kopi biasa; (3) suasananya kurang membuat saya nyaman –karena saya biasanya ya biasa-biasa saja.

Ada yang bilang, yang gratis itu lebih nikmat. Tapi kalau sudah urusan seperti kopi-mengopi sambil ngobrol, rasanya tidak tepat seperti itu. Lebih ke … tidak merasa rugi banyak, he he. Lebih baik nongkrong biasa-biasa saja, yang merakyat. Lagipula, sejak awal saya pun kurang minat.

Satu pengalaman paling mengenaskan yang pernah saya alami ketika terpaksa menunggu seorang teman di Sb*cks. Kenapa di sana? Karena kawan saya punya voucher buy1get1. Biasa, kan? Nah, berhubung sebelum pergi saya sudah mengopi, saya memilih minuman yang tanpa kafein, yaitu susu. Saya lupa di menu namanya bagaimana. Harganya sangat bikin sakit hati. Kan kita bisa melihat proses pembuatan minuman kita, ya, dan saya emang seneng aja gitu merhatiinnya. Apakah yang dicampurkah? Ternyata hanya: susu, sirup gula, dan es batu! Finishingnya hanya diberi sedikit semprotan sirup caramel gitu. Ya Tuhan! Dengan harga yang tertera, saya bisa membeli semua bahannya dan membuat lebih dari satu porsi! Mana es batunya banyak banget -_- Ingin mengumpat rasanya, hiks. Ya, sudahlah ….

Di zaman yang serba canggih ini, yang apa-apa bisa dicari tutorialnya di YouTube, maka mudah saja membuat apapun, termasuk segala varian kopi. Tapi sayangnya saya bukan orang yang patuh pada resep atau tutorial, lebih suka mengamati, lalu memodifikasi dan akhirnya improvisasi untuk meracik sesuai selera, menuruti intuisi tentu saja, ha ha ha. I can see my own tutorial in my head. Semacam itu.

Beberapa minggu lalu saya sempat tersesat dalam diri saya, kan. Lalu sejurus kemudian, saya pun teringat bahwa saya masih ingin meracik kopi. Tolong, jangan terlalu dianggap professional, ya, karena yang saya maksudkan di sini, ya, secara tradisional dan rumahan. Tanpa brewer atau mesin espresso (yang katanya harganya mencapai ratusan juta, huaaaa!). Biasa-biasa saja, bermodalkan kopi bubuk instan, bubuk espresso instan, susu cair UHT, dan lain-lain. Yang penting dari segala hasil adalah prosesnya, menurut saya begitu. Nah, kalau di kedai kopi rumahan (yang insyaAllah kelak akan saya kelola, aamiin.) prosesnya tentu harus melibatkan perasaan si peracik guna memuaskan si penyesap. Kira-kira begitu. Saya yakin bahwa yang dibuat dengan hati akan sampai ke hati pula. Seperti itulah kira-kira visi-misi saya.

Saya bersyukur sekali masih ingat akan mimpi yang ingin saya wujudkan, di samping rutinitas dan tuntutan. Saya jadi lebih bersemangat aja, gitu.

Tidak jarang, saya eksperimen di rumah: membuat racikan-racikan minuman rumahan berbahan dasar kopi, susu, teh, atau cokelat.

Yap. Pagi ini saya mengetik postingan ini dengan sedikit perasaan nostalgia dan semangat. Semoga hari ini menyenangkan. 

Comments