Selamat Memperingati Hari Kemerdekaan

Sejak seminggu menjelang hari ini, banyak sekali persiapan untuk merayakan hari ini. Lomba-lomba, dan lain-lain. Seperti tahun-tahun sebelumnya.

Pagi ini, saat berangkat mengajar, berpapasan dengan siswa-siswa yang selesai upacara. Dengan seragam sekolah dan atribut pita merah-putih yang diikat di kepala, beberapa ada yang membawa bendera betulan yang diikat pada sebatang bamboo, konvoi. Tanpa menggunakan atribut berkendara yang lengkap.

Sedih.

Lalu muncul dalam benak saya, pemikiran yang bertanya-tanya soal apa makna dari merayakan Hari Kemerdekaan negara ini?

Soal yang mendasar: apa definisi dan esensi dari merdeka?

Saya boleh menjabarkan opini saya, kan?

Menurut saya, merdeka ialah bebas. Ih, iyalah! Maksudnya… merdeka ialah bebas menjadi diri sendiri. Menjadi diri sendiri maksudnya bebas pula dalam menentukan ingin bermimpi apa, belajar apa, berusaha lewat jalan apa, pun bebas dalam mencoba dan menerima resiko yang sudah menjadi konsekuensi dari mencoba itu sendiri.

Merdeka bagi siswa ialah bebas ingin mempelajari apa dengan caranya masing-masing. Tanpa dibebankan keharusan mendapat nilai sempurna pada semua mata pelajaran. Berhak menyusun mimpi dan berangan-angan. Siswa yang dicap nakal, belum tentu demikian. Merdeka bagi siswa bias juga membebaskan mereka membentuk diri tanpa intimidasi dari opini dan justifikasi guru di sekolah.

Pemberontakan yang terjadi dan dilakukan oleh siswa dalam rangka menjadi bandel bisa jadi merupakan aksi menuntut kebebasan karena terkekang oleh persepsi, asumsi, template, kewajiban muluk-muluk atas nama keberhasilan bersekolah, dan stigma yang terbentuk di masyarakat. Pun bias jadi sebagai aksi kebingungan atas keterjebakan mereka yang berada di antara harus menjadi diri sendiri dan harus mengikuti mau masyarakat. Berat? Yap.

Meski demikian, peran orangtua sangat-sangat berpengaruh di rumah. Saya rasa, ketika dunia berkata kasar atas hidup yang kamu jalani, selama rumah selalu menjadi tempat berpulang, istirahat, dan bermimpi kembali, rasanya tidak ada yang salah dengan hidup yang dijalani. Ketika orang-orang sibuk menilai kamu harus menjadi apa, hidupmu harus bagaimana, dan seterusnya, selama orangtuamu terus mendukung dan tidak menjatuhkanmu, semua akan baik-baik saja.

Sama. Ketika guru di sekolah melabeli seorang siswa dengan label yang negatif karena nilainya anjlok, namun orangtua di rumah menenangkan si siswa dan memahami bahwa si siswa tidak seburuk yang dinilai guru di sekolah, si siswa akan tetap tumbuh dan akan baik-baik saja. Dukungan penuh dari orangtua dan keluarga merupakan satu dari sekian banyak sumber kemerdekaan yang bias saya utarakan.

Mengingat kembali masa sekolah, saya tidak pernah diprotes ketika nilai saya jelek. Yah, rata-rata lah. Tidak pernah pula saya dipaksa harus  jago pelajaran apa. Pun tidak pernah dipaksa kelak harus menjadi apa, secara spesifik.

Ibu adalah orang yang berpengaruh nomor satu bagi saya. Beliau tidak pernah membuat cetakan untuk anak-anaknya. Beliau membebaskan anak-anaknya tumbuh, berpikir, bermimpi, dan menjalani hidup. Beliau hanya memberi dasar, fondasi, dan intisari, yang mana kesemuanya adalah yang dibutuhkan anak-anaknya untuk tumbuh dan berkembang, bebas menjadi apapun.

Pesan ibu: teruslah belajar, tuntutlah ilmu, karena ilmu akan menjadi tongkat yang akan membantumu ke mana pun dan di mana pun. 

Ibu saya membebaskan anaknya dalam soal pendidikan. Saat ini, beliau pun membebaskan saya dalam memilih pekerjaan. Dari beliau pula saya belajar untuk berani memberi pembelaan atas apa yang saya pertahankan, semisal; alasan menjadi tutor, dan menolah bekerja di pemerintahan atau perusahaan resmi dan sejenisnya, meski seringkali ibu mendorong saya untuk mencari pekerjaan yang lebih "menjamin". Meski demikian, yang saya rasakan, selama saya baik-baik saja menjalani pekerjaan dan bias menjabarkan rencana ke depan dengan baik, ibu saya terlepas dari khawatirnya. Yah, mana ada ibu yang mau melihat anaknya kesulitan.

Kembali lagi, ya... Siswa yang merdeka. Berhubung pekerjaan saya ini di bidang Pendidikan, melihat pemandangan pagi tadi membuat jiwa saya meronta-ronta. Apa yang ada dalam pikiran mereka? Memperingati hari kemerdekaan dengan konvoi semrawut seperti itu…

Saya pun memberontak, mempertanyakan korelasi antara lomba-lomba khas 17-an dengan perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajah. Apa?

Melihat berita, saya pun bertanya-tanya semakin serius: apa arti kemerdekaan Indonesia 74 tahun yang lalu, kalua Negara ini masih saja bias di"monopoli" oleh negara lain yang "lebih punya tenaga ahli", yang "lebih punya modal", yang "lebih maju", dan seterusnya. Mereka cerdas. Negara-negara tersebut cerdas.

Cita-cita negara: mencerdaskan kehidupan bangsa. Cita-cita yang merupakan amanat. Mungkin belum terlaksana serratus persen sebab banyak pemimpin yang kurang amanah. Saya merasa tidak sanggup berpikir lebih jauh lagi, menggali kesedihan akan realita yang terjadi. (wkwk)

Dari pandangan seorang tutor biasa seperti saya ini, kemerdekaan harusnya kita resapi dengan sungguh-sungguh. Ah.

Membebaskan anak-anak bermain, mengeksplor dunia yang bagi mereka adalah baru, mempelajari hal-hal yang menarik hati, tumbuh dan berkembang dengan leluasa, tanpa intimidasi dari tuntutan kehidupan yang makin rumit ini. Menurut saya, masyarakat kita terjebak dalam pola pikir yang rumit: menuntut kesempurnaan dan keseragaman dari manusia yang tidak sempurna dan dari hidup yang harusnya tidak wajib seragam. Pun masyarakat kita ini latah dan susah move on.

Latah atas alur hidup orang lain yang berujung sukses, padahal masih banyak jalan menuju sukses. Lagipula, sukses itu sendiri memiliki definisi yang berbeda pada tiap individu, lantas kenapa sukses harus melulu soal punya rumah dan mobil? Lagipula siapa yang tidak ingin sukses? Ayolah… Kita harusnya bebas untuk menentukan definisi sukses kita sendiri, bebas menentukan jalan yang ditempuh untuk meraih kesuksesan itu, pun bebas dari cemooh orang-orang yang mengata-ngatai ketika kita terpuruk dalam proses menuju sukses. Semangat!

Susah move on dari mindset "jadi PNS aja biar masa tua terjamin (karena ada uang pensiunnya)". Padahal kan jaman sekarang sudah banyak pekerjaan selain PNS, he he. Lagipula … banyak cara supaya bisa merasakan nyaman di hari tua, selain menerima uang pension, he he. Semangat untuk membuktikan bahwa kita bisa bahagia di masa senja tanpa harus menjadi PNS. Hm...

Sekian dulu uneg-uneg saya di hari kemerdekaan ini. Semoga masing-masing kita ini bisa tumbuh dan berkembang --jiwa raga-- secara merdeka, dengan definisi bebas yang sebenar-benarnya.

Comments