Hello, 26YO!

 


Tidak spesial, tapi tetap harus diapresiasi. Selamat memasuki usia yang baru, ya, untuk diri sendiri.
Berusia 25 tahun, tahun lalu... mendatangkan beberapa kengerian akibat hal-hal yang awam terjadi di masyarakat, yah... paling dekat adalah keluarga. Tentu saja! Pertanyaan kapan menikah mulai keluar dari mulut-mulut yang apakah tidak dipikirkan dulu? Kala itu saya masih terlampau sensitif terhadap pertanyaan itu. Terlebih dengan adanya kebiasaan memantau perkembangan hidup orang-orang di sekitar yang, yah... tentu sudah menikah dan beranak. Rasa tidak aman dan tidak nyaman pun membuat saya enggan ikut kumpul keluarga, ha ha. Jengah karena perangai yang begitu-begitu saja seolah tak ada hal lain yang bisa menjadi bahan pembicaraan.

Cukup ngomel-ngomelnya, haha. Sudah banyak kali saya tuliskan mengenai itu.

Di perjalanan 25 tahun menuju 26 tahun, mau tak mau muncul pikiran bahwa menjadi semakin dewasa itu semakin rumit sehingga kita hanya menginginkan hal-hal yang lebih sederhana untuk mengimbangi isi pikiran yang rumit tadi. Entah hidup memang berjalan seperti itu atau hanya dalam pikiran saya saja, bahwa semua makin rumit, ha ha.

Tentu di usia 26 ini gagasan untuk menikah semakin mengerucut tajam. Dan keinginan untuk mensimplifikasi pernikahan itu pun jelas ada. Mengapa harus bermegah-megah kalau sederhana saja sudah cukup? Bukankah makna lebih utama ketimbang selebrasi yang tak mungkin membahagiakan semua orang? Bukankah pernikahan itu akan dijalani oleh dua orang saja meski yang disatukan adalah dua keluarga besar? Lalu... kenapa pikiran saya bisa jadi berkali-kali lipat lebih rumit dari itu semua? Ha ha ha.

Tapi... yang saya rasakan dari pengerucutan gagasan menikah ini adalah... hal-hal yang dulu terasa seperti hambatan besar kini terlupakan, tertutupi oleh hal-hal "baik" yang ada setelah pernikahan itu sendiri.

Oops! Cukup dulu pembahasan gagasan menikah.

Progres kehidupan saja, ya.

Ada yang mengalami kemajuan, ada pula yang mengalami perlambatan. Aneh juga. Tapi terasa wajar saja bahwa kita tidak bisa menarik semua tali secara bersamaan dan berharap semua kereta akan selamanya berada pada garis yang sejajar. Maksudnya... yah, ada hal-hal yang terasa semakin dipahami, namun juga ada hal-hal yang ternyata agak tertinggal.

Kalau dulu se-sensitif itu terhadap unggahan menikah atau bayi dari sanak atau kerabat, sekarang sudah bisa lebih kalem. Rahasianya... saya membaca buku tentang stres dan depresi yang memuat informasi tentang penyebab dan bagaimana cara menanggulanginya. Syukurlah bahwa lama-lama saya bisa mengontrol apa yang saya perlu dan tidak perlu lihat di sosial media. Meski kadang masih iseng mencari-cari, seperti menyayat tangan sendiri. Kalau sudah terasa perih baru berhenti, wkwk. Meski begitu, setidaknya saya sudah bisa lebih fokus untuk melihat jalur yang harus saya lewati untuk mencapai tujuan. Gampang-gampang susah. Lebih banyak gampangnya meski ada sedikit susahnya. Tapi, ya sudahlah, ya, namanya juga hidup.

Lalu... mau tak mau, melihat teman-teman, rekan kerja, dan laju kehidupan mereka. Beragam. Ah, kapan ya kan tiba di sana...

Ah! Mari lupakan itu semua karena sebenarnya malas sekali menguraikan hal-hal sejenis itu semua. Membutuhkan waktu dan tenaga yang bisa digunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat.

Pada kesempatan untuk merasakan usia 26 tahun ini, seperti saran dari beberapa psikolog yang saya ikuti di Twitter, sebaiknya semakin dewasa semakin belajar untuk mengenal dan menyayangi diri sendiri sebelum mengenal dan menyayangi entitas lain. Maka dari itu... let me thank myself.

Hi, Mia.

Selamat ya sudah berjalan dan bertahan sejauh ini.

Terima kasih atas segala yg km upayakan.

Maaf atas hal2 yg menyebalkan.

Semoga km bisa terus mjd versi yg semakin baik lagi.

Ucapan yg begitu haru dari K: "Terima kasih sudah mau menjadi teman sampai di usia 26 tahun ini, ya."

Sederhana, terdengar ringan, tapi manis—seperti gula kapas yg lucu(?) 

Wejangan dri K: "Sebelum ini, sampai usia 25thn, mgkn yg kita pikirkan hanya apa yg harus dilakukan utk hari ini. Tpi, usia 26thn... otak mulai memikirkan hendak apa utk besok. Maka, jgn kaget kalau tbtb merasa stres. Itu peralihan. Gapapa. Pasti bisa." 

♡♡♡

Dari kawan2 dekat terkirim doa terbaik.

Yah... sy mgkn belum mjd org yg sangat baik, tp betapa berharganya punya org2 baik di sekitar yg dgn tulus mendoakan yg terbaik.

Sy tdk tau doa dari siapa yg paling kuat mengetuk langitnya Tuhan, yg jelas... terima kasih atas segala doa

Ga muluk2 ya ucapannya. Tapi sangat berharga!

Makin lama, ucapam semakin ringkas dan sederhana, namun di balik itu semua memang terlalu kompleks shg dimampatkan ke dalam sebuah doa singkat: "Semoga mimpi segera tercapai dan segala yg terbaik untukmu."

Kira2 begitu.

Sekali lagi, dear Mia...

Jadilah lebih tangguh meski rapuh. Sebab bukan tdk boleh jika ingin menangis, tp lekaslah seka air mata itu dan lihat kembali: dunia masi berjalan dan hal baik ada di depan sana.

 Kalau lelah, istirahat, bukan berhenti, kan? Toh km tdk sendiri.




Cukup sekian dulu catatan ini, semoga akan selalu bisa menjadi jejak ingatan di kemudian hari.

Sekali lagi, selamat menerjang kehidupan, ya! Semoga impian besar yang semakin dekat bisa tercapai dalam waktu dekat.

Comments