cerita tentang Ramadhan 2021 (dan lain-lain)
Hai. Memutuskan untuk menjadi sedikit lebih produktif sambal menunggu orang selesai tarawih dengan menulis untuk blog.
Sudah lama tidak menulis sampai-sampai saya bisa ingat apa
yang saya tulis tentang Ramadhan tahun lalu, di mana, dan kapan saya
menuliskannya. Wah!
Kalau dibandingkan, Ramadhan tahun lalu jelas lebih sehat karena
setiap selesai subuhan, pukul 6, wajib jalan pagi atau sepedahan. Harapan itu
hal itu terus berlangsung meski Ramadhan usai, eh, tidak terwujud. Kali ini ya
akan mengabadikan momen Ramadhan tahun ini.
Mengawali Ramadhan tahun ini dengan tidak bisa ikut
berpuasa, begitu pula dengan mengakhirinya. Kesel, tapi mau bagaimana? Sedih,
ya, ada. Tapi Ramadhan kali ini terasa betul bahwa mengendur. Entah karena
sudah mulai aktif Kembali bekerja seperti biasa, atau memang saya sedang
menggandrungi pikiran sendiri dan lebih memilih untuk melamun, merenung,
memikirkan angan-angan dan mimpi yang ingin segera tercapai namun keberanian
untuk memulai itu masih setitik saja.
Jalan pagi? Hanya dua kali. Prestasi yang bisa saya
banggakan mungkin hanyalah saya berhasil 90% tidak tidur pagi. Alasannya tentu
karena pekerjaan. Saya mulai siap-siap untuk bekerja pukul 8/9 pagi. Kalau
tidur pagi, jelas ada yang tidak beres dari badan saya. Bukan hanya itu, mood
dan pikiran pun bisa kacau. Maka, demi kelancaran pikiran dan kebugaran badan,
saya pilih untuk menahan kantuk. Tidur mungkin hanya 4-5jam sehari. Kalau Lelah
betul, bisa mencapai 7jam per hari.
Apa, ya. Saya kurang bisa
mengatakan bahwa saya semakin baik untuk Ramadhan tahun ini. Sejujurnya
malah agak kecewa dengan diri sendiri. Beberapa hal yang sebelumnya rutin,
sekarang tergantikan. Apakah mekanisme kehidupan memang seperti itu?
20 April kemarin umur kembali berkurang. Beberapa hari yang
lalu baru menyadari bahwa… saya sudah menjejak di usia 26 tahun dan saya masih
merasa begini-begini saja, sementara orang lain sudah bla-bla-bla. Sampai
pada bulan ke-enam tahun ini, semua seakan berjalan terlalu perlahan tapi sulit
juga kalau mau dipaksa laju. Sebagai hadiah, bulan lalu saya memesan 3 buah
buku dan akhirnya membeli tas baru. Lalu, menghadiahi diri lagi dengan 2 buah
gamis baru. Alhamdulillaah.
Ini bukan tidak bersyukur, tetapi, setelah euforia itu
berakhir… rasanya saya masih punya keinginan yang benar-benar ingin saya capai.
Hal-hal di atas tadi memang juga keinginan, tentu senang ketika telah tercapai,
tapi hal yang satu ini benar-benar meresahkan. Sepertinya saya mengetahui
dengan tepat hal ini apa, namun pada saat yang bersamaan, saya malah merasa
ragu-ragu dan tidak yakin; benarkah saya mengetahuinya? Benarkah kalau itu
tercapai, saya akan selesai merasa resah yang begitu tidak jelas ini?
Ya! Untuk pertama kalinya… akan saya nyatakan di blog ini
(HA HA HA) bahwa sepertinya saya ingin menikah di tahun ini.
Berusia 26 tahun dan kawan-kawan sejawat sudah berkeluarga
dan memiliki anak kecil lalu melihat hal itu berseliweran di media sosial tentu
menimbulkan tekanan tersendiri, bukan?
Badai terdahsyat sih waktu berusia 24 tahun, 2 tahun lalu.
Itu, sih, gila-gilaan. Usia segitu… menyadari bahwa sudah akan berhenti menjadi
remaja, menyadari bahwa akan menjadi entitas yang dewasa, lalu menjadi masa
peralihan yang benar-benar kacau. Pikiran ini diisi ambisi tapi dibantai oleh
kenyataan dan diserang bertubi-tubi oleh lingkungan dan pikiran sendiri. Gila.
Menyeramkan seperti masuk rimba gelap setiap ada acara keluarga. Sensitif
sekali terhadap isu-isu pernikahan. Wah! Keren juga sampai di titik ini berarti
saya ternyata sudah melewati badai tersebut.
Pada usia 25 tahun… sudah mulai lebih bisa kontrol diri,
sudah mulai lebih legowo, sudah mulai lebih berdamai dengan diri sendiri
dan pelan-pelan menerima bahwa: Ketika orang lain sampai pada titik
tertentu, tidak harus saya juga tiba di sana, semua akan ada masanya dan
semua akan melewati proses yang berbeda-beda. Lalu, mulai bisa enjoy dan
benar-benar santai menikmati pekerjaan, penghasilan, ritme hidup, dan mimpi-mimpi
yang semakin terlihat jelas. Gejolaknya sudah anti-klimaks. Kengerian akan
bayang-bayang rimba gelap setiap ada acara keluarga memang masih ada, tapi yang
terpenting adalah saya menikmati tahap di mana saya bisa menerima ke-perlahan-an
ritme hidup saya. Toh, saya juga tidak bisa kalau terlalu cepat, ngos-ngosan
yang ada. Ya sudah, Tuhan lebih mengerti.
Usia 25 saya banyak mensyukuri segala hal yang ada, dan atas
hal itu saya berterima kasih kepada diri saya. Rasanya seperti ada
kebijaksanaan yang bertumbuh. Atas itu, saya berterima kasih pada Tuhan dan
diri saya. Kalau memang sudah waktunya, pasti akan terjadi. Menikah pun
demikian, kan? Tuhan yang lebih mengetahui kesiapan saya. Tapi tidak menyangkal
juga bahwa terkadang ada rasa ngebet. Ah, tapi… mari nikmati saja. Begitu
pikiran saya sampai kemudian tiba-tiba tanggal 20 April tiba lagi.
Selamat datang, masa dewasa awal. Hai, 26 tahun.
Ketika kuliah dulu, saya rasanya tidak pernah membayangkan
pada usia 26 tahun akan menjadi seperti sekarang ini. Dulu, perhitungan saya
begini:
-lulus kuliah usia 22 tahun
-bekerja 2 tahun untuk mengumpulkan
pengalaman kerja sampai usia 24/25 tahun
-kuliah S2 di luar negeri 2 tahun
kira-kira sampai usia 26/27 tahun
-menikah (berarti estimasinya
pada usia 26/27 tahun juga)
Eh, yang ada malah keasikan kerja sampe molor 2 tahun (masa
kerja sudah hampir 4 tahun). Belum apply untuk beasiswa S2 lagi, pun belum
menikah. Hm.
Dulu… ibu saya pernah usul pada saya untuk menikah pada usia
27 tahun saja. Saya iyakan. Eh, tahun lalu atau beberapa bulan yang lalu malah
diburu supaya segera menikah.
Dulu… ibu saya usul untuk S2 dulu lalu menikah, tak lama
kemudian beliau merevisinyah menjadi: menikah dulu baru S2. Saya iyakan usulan
revisinya.
Sekarang saya sudah 26 tahun, 11 bulan lagi 27 tahun.
Menurut hitungan seorang manusia yang sok tahu ini, seharusnyah sih saya
menikah dalam waktu dekat. Bagaimana, Semesta?
Kalau dipikir-pikir… saya sudah bisa memenuhi kebutuhan saya
sendiri, sudah semakin baik dalam mengatur pendapatan menjadi pengeluaran, dan
emosi pun sudah jauh lebih stabil dibandingkan 2 tahun lalu. Ah, tapi sepertinya
masih ada satu hal yang agak krusial yang belum beres. Semoga saja bisa beres
dalam waktu dekat karena saya berencana menikah tahun ini (semoga sejalan dengan
rencana Tuhan, aamiin).
Dah, mentok segitu aja tulisan malam ini. Rumah udah rame
lagi~
Comments
Post a Comment