Memaknai Lebaran

sumber

 Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H!

Sejujurnya agak campur aduk. Menjelang Ramadhan berakhir ada kabar yang menyesakkan dada terkait saudara-saudara seiman di Palestina. Tentu saja. Serangan kembali dilancarkan untuk entah apa. Ketika kami di belahan dunia lain bersuka cita menyambut hari raya, mereka dirundung ketakutan dan duka karena tentu serangan itu memakan korban jiwa. Mau dikecam sebagaimana pun rasanya mereka tidak akan berhenti. Dalam Al-Qur’an pun disebutkan bahwa mereka tidak akan berhenti sampai mereka berhasil mengkafirkan saudara-saudara kami itu. Tapi kami semua yakin bahwa Allah membersamai saudara-saudara di sana.

Malam hari raya yang riuh dengan takbir dari segala penjuru, pun dari anak-anak yang keliling kompleks. Kesibukan di dapur pun mengiringi; tradisi masak opor sepertinya memang harus terus dilestarikan meski rumah induk sudah tak berpenghuni (baca: rumah nenek).

Malam tadi entah mengapa saya merasa agak kesulitan untuk tidur. Apakah benar sulit tidur ataukah saya hanya memang kurang kerjaan sampai-sampai begadang, entah yang mana.

Tahun ini menjadi tahun ke-2 (atau mungkin ke-3) di mana saya sedang berhalangan untuk ikut sholat Ied. Sedih, tapi mau bagaimana lagi?

Jadi, saya tidak ikut berpartisipasi dalam keribetan pagi hari. Saya terbangun pukul 5, lalu tidur lagi karena yang perlu bangun sudah bangun. Setelah semua berangkat ke masjid, eh, saya malah ketiduran lagi. Dibangunkan lagi ketika mereka pulang. Jadilah langsung bangun, makan tupat dan opor, menyeduh kopi. Akhirnya sarapan bareng setelah seminggu sarapan sendirian. Tapi perut terasa aneh. Sepertinya begah karena pagi-pagi makan santan.

Badan masih belum terasa normal, tapi mandi sajalah… siapa tau mau pergi berkunjung ke rumah sanak keluarga.

Selesai mandi, tau-tau semua sedang tepar. Ya sudah… euforianya memang sampai situ, he he.

Sejak semalam mati-matian menghidupkan memori lebaran masa kecil yang begitu meriah dan hangat. Makin dewasa sepertinya ada yang luntur. Sedih juga. Tapi, mau bagaimana?

Ternyata bukan hanya saya yang merasa demikian. Beberapa teman pun merasakan hal yang sama. Apakah ini pengaruh usia?

Makin bertambah usia, rasanya beberapa hal agak kehilangan maknanya. Mungkin bukan hilang, tapi mestinya diperbaharui. Mungkin sekarang sudah saatnya untuk membangun keluarga kecil, sehingga euforianya ada variasi dan terus hidup. Mungkin. Lalu, semoga saja tahun berikutnya tercapai 😊

Sampai sini, bagaimana?

Sudah beberapa lebaran, ya, dihabiskan dengan begini saja. Selesai dari masjid, pulang, lalu istirahat. Sisanya, hari berlangsung seperti biasa saja.

Semoga kebahagiaan selalu meliputi hati kita dan kehangatan selalu menyelimuti keluarga kita dalam keadaan sehat dan cukup, aamiin.

Comments