Day 1 of 365

Sabtu pagi. Konon, hari pertama di tahun yang baru.

Entah ini efek menstruasi hari pertama atau hari ini terasa aneh.

Semalam begitu ribut suara anak-anak menyalakan kembang api, sampai terkaget-kaget.

Seperti layaknya waktu senjakala, mungkin saya pun tidak menyukai momen pergantian tahun. Sebuah perubahan dari ‘tahun lalu’ menjadi ‘tahun baru’.

Apakah saya tidak menyukai perubahan? Tidak sepenuhnya salah. Namun, peralihan dari satu waktu ke waktu berikutnya—bukankah sudah sewajarnya terjadi?—tidak perlu diselebrasi seperti itu, kan?

Saya berjalan ke teras, duduk di hadapan tanaman-tanaman kesayangan ibu saya, lalu menatap langit yang tampak pucat karena awan mendominasi. Udara terasa biasa saja, tapi bagi saya malah cenderung sumuk. Suasana terasa agak ganjil karena sepi di saat seharusnya tidak sesepi ini.

Hal-hal kecil yang mungkin bagi sebagian orang tidak begitu berarti, bagi saya malah kadang sangat berpengaruh. Bisa jadi mengganggu, bisa jadi menggugah. Dan suasana semalam hingga pagi ini agaknya mengganggu gelombang otak saya. Tapi, entah efek hormonal atau memang biasanya sudah seperti ini, he he. Hampir segala yang terjadi hingga pagi ini membuat saya kurang nyaman. Apakah itu spesifiknya? Tidak tahu.

Kalau saat seperti ini datang lagi, saya merasa yang bisa saya lakukan hanyalah melakukan hal yang bisa menyibukkan saya sehingga saya akan teralihkan. Meski seringkali saya akan menyerah dan meladeni ketidaknyamanan itu, kali ini saya akan coba melawan!

Saya berusaha menjalani pagi sebagaimana biasanya; minum air, makan camilan, menyeduh kopi, bercengkrama sebentar dengan keluarga, dan lain-lain. Namun sampai pada titik menikmati kopi pagi, saya merasa harus sedikit keluar jalur, maka saya pun mengetik ini, ritual “membuang sampah” pikiran dengan tujuan tidak perlu ada overthinking pada akhir pekan di liburan yang cukup ini. Waktu libur kali ini terlalu berharga kalau diisi dengan overthinking! Padahal baru kemarin saya merasa sudah menutup buku tahunan dengan perasaan damai dan sedikit puas.

Baiklah…

Hal-hal yang berpotensi membuat overthink adalah… rencana yang dari tahun-tahun lalu belum terwujud, apakah tahun ini waktunya? Ya, maksudnya pernikahan.

Memikirkan tentangnya saja bisa membuat overthink, apalagi ditambah hal-hal lain?

Mengapa?

Yah, di sepanjang 12 bulan yang akan datang, tentu ada perasaan takut juga kalau-kalau tahun ini harus berlalu lagi tanpa berhasil mewujudkan cita-cita yang satu itu. Haaaaah, mengetik kalimat yang barusan saja rasanya bisa menguras air mata.

Kali ini, izinkan saya mengesampingkan logika saya yang yakin bahwa waktu pilihan Tuhan adalah yang terbaik.

Saya hanyalah manusia biasa. Penantian atas sesuatu yang telah diharapkan, terhitung dua tahun sudah, adalah hal yang tidak semudah itu, hehe. Tahun pertama, saya cukup ingat, rasanya sangat tidak tenang menyaksikan orang-orang di sekitar silih berganti menikah dan menimang anak. Tahun kedua—kemarin—saya boleh berbangga bahwa saya sudah bisa sedikit mengendalikan pemikiran tentang itu dan berfokus pada hal-hal yang bisa saya lakukan dengan lebih baik lagi, yaitu bekerja. Memang, sih, tidak semulus itu, tapi setidaknya pada akhirnya saya bisa mengendalikan pemikiran itu. Meski sesekali timbul topik itu dalam benak saya, saya kadang berhasil menahan diri untuk tidak membahasnya. Kami berdua sama-sama tahu kalau kami berusaha untuk mewujudkan itu.

Saat di kamar mandi tadi, akhirnya saya sampai pada sesuatu yang baiknya saya akui saja supaya bisa lebih tenang; saya bangun tidur dengan perasaan kuatir dan takut untuk melanjutkan mimpi itu.

Saya tau, sikap dan pemikiran seperti itu kurang baik. Sementara dia yang sedang terus berusaha dan berusaha optimis untuk mewujudkan mimpi itu, tapi saya malah merasa takut dan ada sedikit rasa pesimis. Meski begitu, belajar dari yang telah berlalu, perasaan seperti itu kadang harus dihadapi saja, diterima, lalu ditindak. Alih-alih menolak, saya akan coba merasakannya, lalu menerimanya, dan kemudian akan mengolahnya menjadi bahan bakar untuk perasaan optimis. Kalau tidak begitu, bisa ambyar, he he he.

Tahun ini… apa yang akan saya fokuskan, ya? Selain terus memperbaiki kinerja kerja, saya ingin melakukan sesuatu yang lebih personal, yang dampaknya terasa ke diri sendiri… apa, ya?

Kenapa ini tiba-tiba terasa masuk ke sebuah gedung besar, namun gelap gulita sehinggga harus meraba-raba. Saya harus menemukan sakelar lampunya, dan menyalakan lampu. Sedikit penerangan tentu akan sangat berguna. Selain mendatangkan perasaan nyaman, tentu akan memudahkan saya untuk menentukan langkah, atau  sekedar menjadi bahan pertimbangan harus mengarah ke mana selanjutnya.

Selamat pagi!

Comments