Day 9 of 365

Kenapa, ya, rasanya hampir setiap hari di rumah tuh butuh ruang sendiri?

Padahal nggak pernah terlalu disuruh ini-itu, nggak pernah dituntut untuk ini-itu… Dibebasin aja. Tapi kenapa selalu ada perasaan untuk bilang, “Let me alone!”

Aneh, sih. Seharusnya nggak begitu. Untuk saat ini, untuk menemukan jawabannya, sepertinya yang bisa saya lakukan adalah menerima perasaan itu pelan-pelan, menjabat tangan, lalu bercengkrama sebentar.

Bagaimana perasaan itu?

Setiap bangun pagi, otak rasanya langsung ricuh, riuh, ramai, padahal ingin sekali merasakan calm state. Maksudnya, ingin dia tenang sejenak untuk mengatur apa-apa saja yang akan dilakukan hari itu, dan memutuskan dengan hati-hati mana yang prioritas dan mana yang rutinitas. Nah, seringnya, bahkan ketika tanpa ada yang menginstruksikan apapun malah sudah mulai stress duluan, sudah merasa disuruh-suruh. Mungkin otak saya tantrum? Belum diperintahkan apapun, tapi sudah heboh duluan. Hasilnya, pagi-pagi malah susah fokus. Alih-alih mengawali hari dengan tenang malah udah capek duluan menenangkan pikiran sendiri. Hari jadi lumayan chaotic.

Hampir setiap hari akan terulang seperti itu. Jadi, setiap pagi, ya, hanya melakukan rutinitas yang biasanya, jarang bisa menambah agenda. Rutinitas pun dilakukan kadang dengan setengah hati. Juga kadang-kadang dilakukan. Berangkat bekerja. Pulang ke rumah. Sampai rumah, begitu lagi.

Waktu-waktu yang saya bisa nikmati ialah ketika di jalan berangkat kerja (kalau tidak dikejar waktu) dan waktu pulang ke rumah. Pokoknya di jalan. Apalagi dari rumah ke tempat kerja jaraknya lumayan buat melamun dan spacing-out, jadi rasanya seperti menemukan kenyamanan.

Mungkinkah saya memang sedang perlu menepi dari orang-orang untuk sementara?

Apakah pikiran saya sudah terlalu penuh?

Lalu, apakah hati saya juga sedang overload karena menampung emosi-emosi orang-orang sekitar?

Sepertinya saya perlu untuk ‘mengosongkan’ semuanya, lalu me-reset.

Ya, setiap hari Minggu, rasanya saya selalu berusaha untuk me-reset pikiran dan hati saya untuk siap menghadapi pekan berikutnya. Tapi jarang berhasil. Terlebih kalau di rumah sedang full-team, maka sesuatu dalam diri saya terasa seperti ingin merobek raga saya dan keluar dari raga itu… terbang bebas, melanglang-buana, melakukan hal-hal yang ingin dilakukan tanpa ada yang melarang ataupun berkomentar.

Sesuatu yang rasanya tidak selesai-selesai.

Maka, terjadilah… setiap malam saya akan terlambat untuk memejamkan mata. Kenapa? Karena… ada perasaan bebas ketika orang-orang sudah pulas tertidur. Rasanya seperti… aah, akhirnya saya bisa merasakan ruang kosong ini bersama diri saya.

Saya akan terjaga bisa sampai pukul 3 dini hari hanya karena menikmati kesendirian. 

Saya masih berusaha untuk memahami diri. 

Ada saat-saat di mana saya tidak ingin memikirkan siapapun dan berlaku sesuka hati, tapi di saat yang sama saya merasa harus memikirkan seseorang dan mengkhawatirkannya. Seperti ada attachment yang membuat saya 'harus' terikat. Tak jarang saya ingin lepas dari itu, namun gagal. Dan berakhir pada sebuah kedilemaan; saya ingin sendiri, tapi saya tidak mau sendirian.

Capek sekali.

Merasa utuh saat bersama, tapi tidak bisa merelakan saat tidak bisa bersama. Ingin menyendiri tapi ingin ditemani. Tak ingin terbebani tapi terus mempertimbangkan segala sesuatu.

Capek sekali.

Apa yang saya lakukan di malam hari ketika terus berusaha terjaga hanya karena menikmati kesunyian itu?

Saya menahan kantuk, saya menonton video-video di YouTube, saya membaca apa saja yang lewat ti Timeline Twitter, saya melamun, saya berusaha tidak memikirkan apapun tapi malah jadi kepikiran segala sesuatu. Lalu tau-tau sudah menjelang subuh, sebentar kemudian harus bangun, making-up my mind, living another day.

Di titik ini, saya seperti butuh sesuatu yang bisa menenangkan pikiran karena terlalu banyak hal yang tidak jelas dalam kepala saya, lalu sesuatu yang cukup menyenangkan untuk dilakukan sebagai pengalihan, tapi di sisi lain saya merasa semua itu terlalu berlebihan untuk seorang manusia dengan waktu yang terbatas, sehingga bagian lain dari diri saya mengatakan bahwa saya tidak usah terlalu banyak mau, lakukan saja yang perlu dilakukan. 

Nah, barusan lagi sebuah kedilemaan. 

Pergelutan dua sisi dalam diri saya sendiri yang membuat saya sering kelelahan.

Parahnya, karena hal itu, saya jadi cenderung tidak produktif. Sampai di rumah hanya menonton, bergerak sedikit, lalu menonton lagi. Seolah-olah punya sesuatu yang sangat pelik untuk dipikirkan padahal hanya meladeni kerancuan dalam pikiran sendiri.

Apakah ini karena ada sesuatu yang ingin dicapai tapi belum jelas jalur dan waktu tercapainya?

Semua orang juga punya hal-hal besar yang ingin dicapai. Semua orang berusaha untuk mewujudkannya dan berfokus untuk usaha yang dilakukan. Bukan sibuk dan serius hanya memikirkan polemik-polemiknya.

Saya seringkali membantah diri sendiri, lalu berakhir dengan rasa kesal dan kemudian capek sendiri.

Semakin dewasa rasanya semakin tidak ingin membebani orang lain dengan hal sepele yang saya permasalahkan. Semakin dewasa, semakin sadar bahwa masing-masing orang punya permasalahannya sendiri juga. Jadi, berusaha sebaik mungkin untuk bisa mengatur pikiran dan perasaan, pada akhirnya.

Kadang berhasil, kadang tidak. Namanya juga hidup.

Apa yang kamu bayangkan untuk bisa merasa punya ruang sendiri?

Selalu terbayang ingin berjalan jauh... pelan-pelan, tapi terus melangkah sampai jauh... sampai lelah. Sampai tidak perlu terpikirkan hal-hal tidak penting. 

Lalu ingin berkendara malam entah ke mana... menyusuri jalan saja, sampai terasa mengantuk, lalu jatuh tertidur begitu saja. 

Ingin terbangun di sebuah gubuk nyaman di tepi pantai. Disapa bunyi ombak berdebur, disapa hembusan lembut angin pantai di pagi hari. Kalau beruntung, menyaksikan fajar menyingsing sambil bersedekap karena dingin. Kalau beruntung lagi, bersama seorang terkasih, sang belahan jiwa. Lalu duduk melamun sambil merasakan hangat matahari pagi. Kemudian sayup-sayup aroma kopi yang lembut menggelitik sukma, menguarkan semangat dan energi positif untuk menjalani hari dengan sukacita. Melewati pagi tanpa terburu-buru; menyesap kopi perlahan. Membuat sarapan ringan sambil bercengkrama. Menikmati sarapan sederhana sambil membicarakan rencana di hari itu. Setelah itu, bersiap-siap untuk menjalani hari. Melepas ketenangan pagi itu dengan sebuah pelukan hangat sebagai bekal menjalani hari sampai berjumpa lagi di akhir hari. Lalu mengulang lagi ritual ketenangan. Terus begitu, he he.

Saat ini, saat kamu belum bisa melakukan hal itu sepenuhnya, apa yang kamu lakukan?

Berusaha tenang sedari bangun tidur, menyerap gelombang ketenangan untuk menjinakkan isi kepala yang sudah panik duluan. Melangkah gontai, mencoba untuk memberi peregangan pada otot-otot agar bangun, minum air putih perlahan, mencoba melamun (tapi seringkali gagal), akhirnya menyeduh kopi dan harus sedikit terburu-buru.

Terima kasih karena sudah mau mencoba berbagi dan membahas ini, ya! Semoga segala sesuatu menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu.

Selamat menjalani hari Minggu, semoga kedamaian akan menyertaimu.

Comments