Day 106 of 365
Sebuah catatan tentang alur yang pada akhirnya bisa saya kenali dan identifikasi.
Keadaan stres, kalau kata seorang kawan sih 'depresi minor', yang kerap berulang secara berkala, kadang teratur, kadang juga tidak. Suka-suka aja. Saya curiga, sih, efek PMS. Tapi, tidak selalu karena PMS. Kira-kira begini:
the shadow
Sebuah fase akan
berulang. Tapi, kalau bisa dicegah, kenapa tidak?
Fase stress yang
kadang tidak jelas awal mulanya memang kerap berulang. Kadang tidak tiba-tiba,
karena pasti akan muncul tanda-tandanya. Seperti mendung pekat yang muncul
sebelum hujan jatuh, begitu pula beberapa gejala.
Kali ini yang bisa
saya deskripsikan adalah the shadow. Yah, bayangkan saja sebentuk
bayangan yang menucul ketika kalian berjalan di bawah cahaya. Bayangan itu akan
terus mengikuti kalian sampai sumber cahaya menghilang dan hanya ada kepekatan
saja.
Bayangan yang biasa
datang berupa samar-samar pemikiran berlebih yang berujung pada energi negatif
yang cukup untuk merundung segala mood positif menjadi tidak baik. Kalau sudah
begitu, bawaannya mau merenung terus, menyendiri dan tenggelam pada pemikiran
yang keruh itu.
blurry vision and
memory
Gejala berikutnya
adalah segala sesuatu tampak buram. Segala sesuatu yang meliputi ialah
penglihatan terhadap hari esok dan memori. Ibarat mobil, kaca depannya sedang
berembun dan cuaca di luar sedang berkabut sehingga akan sulit melihat apa yang
ada di depan, pun menatap ke belakang pun tak ada bedanya. Alias, semua terasa
mengawang-awang. Bahkan untuk ingatan tadi pagi atau sepuluh menit yang lalu
pun akan sulit sekali diingat.
Kalau sudah begitu,
saya butuh untuk berdiam, melamun (dalam artian positif: untuk mencerna segala
hal secara perlahan). Berusaha membuat catatan supaya tertata lagi apa yang ada
dalam pikiran. Setidaknya untuk membuat jejak tadi sudah ke mana, dan untuk
mengecek lagi hendak ke mana.
Proses memulihkan vision
dan memory ini agaknya lumayan panjang, sih. Mengingat gejala ini
lumayan manipulatif, jadi butuh waktu untuk memvalidasi apakah ini memang blurry
symptoms atau hanya sekedar lupa biasa. Kalau sudah jelas yang mana,
barulah bisa ke tindakan berikutnya.
Untuk pulih dari sini
pun butuh energi yang lumayan besar. Biasanya saya akan bisa pulih setelah
berbincang dengan seseorang—bisa teman dekat, kawan lama, atau seseorang yang
memang biasa diandalkan. Menemukan orang yang tepat tidak bisa sembarang.
Kandidat yang mungkin jadi seseorang yang dibutuhkan itu juga, kan, manusia…
mereka pun tentu mengalami up and down dalam kesehariannya. Jadi,
dicek-cek dulu.
Biasanya, saya kontak
duluan dan menanyakan kabar. Kalau responnya cukup baik dan ada ketertarikan
yang sulit dijelaskan, dan keterbukaan, maka bisa jadi dia orangnya.
Bercerita ini bukan
sekedar curhat, ya. Tapi lebih ke… kemampuan untuk menjelaskan apa yang
“terlihat” dalam penglihatan kita. Saya tidak tau dengan orang lain bagaimana,
tapi bagi saya, beberapa kali saya seperti menemukan dan bisa melihat diri saya
di dalam pikiran saya. Kalau sedang dalam fase stress, yang saya temukan adalah
sosok saya di sebuah ruangan minim cahaya, nyaris gelap tapi masih ada cahaya
entah dari mana yang masih memungkinkan saya untuk melihat keadaan sekitar.
Menjelaskan situasi
yang mungkin bagi sebagian orang tidak masuk akal itu bukan hal yang lumrah,
kan? Tidak semua akan mengerti begitu saja. Belum lagi asumsi yang menyebut
kita berlebihan padahal, saya sih, seringkali berusaha menjelaskan sesederhana
dan sejelas mungkin.
Kalau lawan bicara
bisa terbuka dan mudah memahami itu, maka menjadi sebuah kelegaan.
heavy heart and
foggy mind
Kelanjutan dari
gejala sebelumnya adalah perasaan sesak di dada dan kepala. Mungkin disebabkan
oleh penuhnya pikiran dan perasaan negatif yang mempersempit pembuluh darah
sehingga distribusi oksigen agak sulit. Selain itu juga mungkin karena tubuh
sudah kewalahan untuk mencari ‘jalan keluar’ dari suasana yang berkabut tadi.
Seiring menemukan
orang yang tepat untuk bercerita, seiring semua perasaan berusaha diceritakan
dan kemudian mampu dipahami oleh pihak kedua, perasaan sesak, sumuk, berat, dan
lain-lain yang meliputi dada dan kepala pun akan menghilang.
Tidak jarang juga
bisa sedikit hilang berkat menangis. Tapi bukan solusi final, ternyata.
Menangis saja kurang cukup karena ada perasaan dan pikiran abstrak yang butuh
sentuhan rasionalisasi. Meski tidak akan seratus persen bisa
dirasionalisasikan, setidaknya sebagian bisa tersampaikan itu sudah baik.
all at ease
Setelah semua
terlewati, semua kemudian akan terasa ringan, lega, dan plong. Hal itu sangat
baik! Itu menandakan bahwa hal-hal yang menyumbat sudah dibersihkan. Ah, ini
bisa diibaratkan dengan sebuah pipa. Kotoran-kotoran halus bisa saja mengendap.
Harus dibersihkan supaya alirannya bisa lancar kembali. Kira-kira seperti itu.
Karena hampir semua
langkah pertolongan itu bisa saya lakukan pada malam hari, maka perasaan lega
ini pun akan menghantarkan saya pada tidur yang nyaman. Malam hari karena pada
siang hari saya masih bekerja dan masih harus berinteraksi dengan manusia lain,
kondisi saya setidaknya harus tampak stabil. Malam hari itu laksana selubung
yang aman, waktu di mana saya hampir mustahil diusik sehingga bisa lebih fokus
untuk melihat ke dalam.
Begitulah
kurang-lebih alur yang terjadi kalau fase stress terasa akan berulang.
Salah satu cara untuk
merawat jiwa yang rapuh ini, yang pun sedang saya tempuh, ialah menulis. Dalam
kondisi baik, saya menuliskan hal-hal baik yang terjadi pada hari-hari yang
sudah selesai dijalani. Dalam kondisi kurang baik, saya menuliskan
semuanya—kebanyakan tentu keluh kesah dan perasaan gelisah. Dalam kondisi
optimis, saya menuliskan mimpi-mimpi yang akan dituju. Dalam kondisi pesimis,
saya tidak bisa menulis—energinya sudah habis untuk melawan perasaan pesimis
itu sendiri.
Menulis; kegiatan
yang dulu hanya berupa hobi, kini menjelma sebagai sesuatu yang harus saya
lakukan guna tetap waras. Saat ini, saya melakukan dua jenis kegiatan menulis.
Pertama, daily journaling; menulis diari yang berfokus pada hal-hal baik
saja, meski perasaan sedang kurang baik. Oleh sebab itu, kadang karena kelelahan
(fisik maupun batin), saya tidak menulis 1-2 hari, tapi tetap harus saya tulis
ketika sudah kembali berenergi. Kedua, blogging; seperti rangkuman dari
beberapa kejadian selama beberapa hari, dilengkapi dengan solusi
(jarang-jarang, sih). Jadi, seperti cerita utuh. Mungkin ada yang ketiga dan
keempat, tapi belum bisa saya jabarkan. Kalau menulis catatan kecil di
sembarang tempat itu termasuk juga, ya, bisa jadi juga….
Tulisan ini saya post
di sini sebagai penanda kalau sekarang saya sudah bisa melihat suatu hal yang
saya namai ‘fase stress’. Tinggal tetap waspada untuk mencegah masuk ke gejala
berikutnya, karena melalui labirin proses keluar dari terowongan gelap itu
melelahkan.
Comments
Post a Comment