(filosofi) jalan sore π
Semenjak memaksa diri untuk rutin olahraga di rumah, walau hanya 10 menit, rasanya kurang afdol kalau rest day benar-benar ngga ngapa-ngapain. Kadang kalau masih badan ini mau bergerak terus, maka jalan sore adalah solusinya. Dan sejak kerjaan tidak begitu padat, pulang bisa lebih awal, pun matahari masih ramah menggantung di Barat, jalan sore pun terlaksana.
Beberapa sore riset trek mana yang paling nyaman untuk jalan sore, hingga ada satu kesimpulan yang sangat nyaman bagi seorang introvert seperti diri ini. Berikut penjabarannya:
(1) trotoar di sisi jalan raya; berjalan dengan arah berlawanan dengan arus kendaraan, konon lebih aman dan mengurangi resiko kecelakaan tertabrak dari belakang. Memang benar, tapi lumayan rawan kelilipan. Kalau kendaraan sedang ramai, yah, harus sangat waspada juga, terutama saat mau menyebrang dan berjalan pulang. Kalau butuh mendengar suara-suara kehidupan, pas banget jalan dengan trek trotoar.
(2) jalanan aspal dalam kompleks; di luar dugaan, ternyata tidak sesering itu berpapasan dengan tetangga atau orang yang dikenal, apalagi kalau jalan sorenya di jam-jam yang memang orang belum pulang dari kantor, pasti lebih sering berpapasan dengan kucing-kucing. Beberapa kali menjajaki trek ini, ternyata lebih nyaman dari praduga bahwa akan merepotkan kalau berpapasan dengan tetangga. Lagipula, masih sangat comfort zone, kalau ada apa-apa, misalnya hujan, yah, masih terjangkau aja gitu... Biasanya memilih trek ini kalau cuaca mendung, atau sedang ingin menenangkan pikiran yang ribut--karena kan tidak akan ada berisik kendaraan seperti di jalan raya ~
(3) jogging track di taman kota; tentu saja jalurnya jelas, apalagi ada pepohonan yang semakin menyejukkan udara, hanya saja... buanyak betul manusia! Yah, namanya juga taman kota, bukan taman pribadi... ada sawah membentang juga di sisi Baratnya. Nyaman kalau sedang butuh sirkulasi energi karena akan berpapasan dengan berbagai energi dari orang-orang yang olahraga. Melelahkan kalau hanya ingin menenangkan pikiran. Nilai plus-nya adalah banyak penjual jajanan yang sangat menggoda >_< Oh, tapi masih bisa spacing-out di atas motor, di jalan pulang, hehe.
Pilihan saya? Oh, setelah dipikir-pikir, semua itu tergantung kebutuhan. Tapi yang paling introvert friendly, sih, jalanan aspal dalam kompleks!
Tapi ini bukan hanya tentang trek jalan sore... Ya, ini tentang sekelebat pemikiran saat jalan sore, pada satu sore, pada jalan sore yang impulsif, dengan kostum yang sangat kurang 'jalan sore'.
Bermula dari celetukan mbak di kantor yang mencetuskan ide untuk jogging, lalu saya mengusulkan ke taman kota ini--mumpung jogging track-nya sudah dipugar. Lalu, berangkatlah kita. Saya dengan setelah gamis dan cardigan, tak lupa sendal gunung, plus tas ransel berisi laptop dan printilan kerja...
Kami mulai dengan bermain jungkat-jungkit sambil menunggu seorang rekan lagi, namanya Amell. Malu sedikit, sudah tua main jungkat-jungkit, tapi ternyata bodo-amat juga pada akhirnya :p
Kemudian berjalanlah kami bertiga... putaran pertama kami masih dalam jarak tak lebih dari 2 meter dari satu sama lain. Berpapasan dengan banyaknya manusia dengan berbagai kecepatan, disalip, menyalip, bersisian, dan akhirnya pada putaran ke-2, kami pun terpencar. Jarak di antara kami pun memanjang; mbak Il pun melaksanakan joggingnya, Amell berjalan makin cepan diselingi dengan jogging singkat, sementara saya tetap konstan dengan jalan.
Dari sudut pandang saya, tentu ingin coba jogging sedikit, namun memang harus dengan alas kaki yang tepat atau bertelanjang kaki sekalian! Ah, repot juga kalau mau jogging dengan gamis π Ya, sudah... berjalan saja--sesuai dengan kecepata, asal terus maju, nanti akan tiba juga, pada putaran ke-3. Selama berjalan solo itu, sesekali saya memantau trek seberang, memantau kalau-kalau melihat mbak Il ataupun Amell--seringnya saling berpapasan tatap dengan Amell dan kami saling melambai.
Ada perasaan puas tiap menyelesaikan satu putaran (yang panjang itu!). Ada juga perasaan cemen karena tertinggal dari dua rekan lainnya. Ada lagi perasaan sedikit minder karena salah kostum saat berpapasan dengan orang-orang yang berpakaian proper untuk olahraga. Tapi saat perasaan-perasaan negatif itu mulai meramai, saya buru-buru kembali mindful dan mengingatkan diri akan pepohonan yang baik hati memproduksi oksigen bagi kami, manusia-manusia yang sedang menambah langkah pada trek yang dinaunginya, lalu ada jalan raya di sisi Timur yang dilalui oleh kendaraan orang-orang yang mungkin pulang kantor, juga trotoarnya yang diisi segelintir manusia yang menepi dari padatnya jogging track, ada juga pedagang minuman, makanan, dan aksesoris yang mengemper di penggir jogging track. Oh, jangan lupakan hamparah sawah yang di atasnya ada burung-burung sore yang sedang terbang pulang.
Sesekali mengintip aplikasi pendeteksi langkah dan jarak yang telah ditempuh, "Oh, ayo lanjut sampai 3000 langkah!", lalu, "Oh, sampai 4000 langkah, yuk!", eh tau-tau sudah mencapai 5000 langkah.
Tiap terasa berat dan ingin berhenti, intip aplikasi, bulatkan target, lalu melangkah lagi, meski kaki terasa makin berat, aduhai!
Akhirnya terhentikan oleh mbak Il yang mulai menghampiri, mengajak berhenti, hehe. Syukurlah... padalah seperempat lagi rampung putaran 3. Tapi syukur lainnya adalah sudah rampung 5000 langkah.
Ya, tadi sempat kelimpungan karena banyak sekali manusia! Entah lelah karena lelah fisik, atau lelah karena berpapasan dengan orang-orang~
Setelah kumpul bertiga, kami pun ke tengah trek, pendinginan, ngobrol sebentar, lalu melipir keluar trek, membeli cilok, menikmati hari yang mulai gelap, sayup adzan maghrib dan suara dari masjid, ditemani lampu taman yang seperti enggan menyala karena hanya kedip-kedip--oh, mungkin dia berusaha keras untuk menyala!
Instead of merasa cupu karena akhirnya jadi yang paling belakang dari barisan, saya menenangkan diri bahwa biasanya juga memang jalan dan mencapai segitu langkah dalam waktu tersebut adalah hal yang normal. Yang membuatnya terasa lama dan terlambat adalah karena saya membandingkan diri dengan kecepatan orang lain.
Mungkin benar, dalam hidup ini, apapun, sebaiknya kita berfokus pada diri sendiri saja supaya tidak merasa gagal atau tertinggal--toh setiap orang memang punya kecepatan, target, dan kemampuannya masing-masing, tak perlu memaksakan diri, hanya perlu memastikan semua yang dijalani tidak menyakiti diri dan orang lain dengan sengaja. Asal tiba, berapa lama pun waktunya, tiba juga, kan? Rasa puasnya, rasa leganya, pada akhirnya mampu juga, kan?π
Comments
Post a Comment