hari-hari di 2025

 Beberapa bulan lalu sempat sangat ingin membuat postingan tentang hari-hari sibuk yang seru, tapi saking serunya sampai menguras tenaga dan tidak jadi membuat postingan. Kali ini, di penghujung tahun, saatnya merekap hari-hari pada 2025 ini, saatnya merefleksi apa saja yang sudah dilalui dan mensyukuri hal-hal yang telah dicapai.

Bulan-bulan yang tersibuk itu adalah ketika akhirnya K cuti kerja. Bukan bulan, sih, tapi hari-hari. Selama 40 hari yang sangat berharga itu--rasanya ingin saya bingkai dan bekukan--banyak hal yang terjadi, banyak kebetulan yang patut disyukuri, dan pada akhirnya satu agenda besar kami terlaksana. 

Pada saat K cuti kerja, di sini dia pun harus siaga menemani saya sibuk-sibuk; ada 2 proyek mengajar  di luar kota yang berurutan. Tahun ini, proyek tersebut terasa sangat berkesan dan sangat amat sangat besar nilainya sebagai tabungan di celengan rindu (ah elaaaaah). Oleh sebab itu, hampir setiap hari selama 40 hari itu, kami bisa bersama; perjalanan dinas, perjalanan pribadi, perjalanan keluarga, dan ah... ada akhirnya.

Itu satu.

Makin bergulir bulan di tahun 2025, rasanya saya harus banyak bersyukur pada Tuhan atas segala kekuatan dan kemudahan yang diberikanNya. Selain itu, saya juga harus berterima kasih pada diri sendiri karena sudah mau belajar dan bertumbuh menjadi lebih berani dan dewasa dalam menyikapi hal-hal yang sebelumnya tak ingin saya hadapi atau coba. Tahun ini, di usia 30, percaya tidak percaya, ternyata masa yang sulit itu akhirnya terlewati.

Saturn Return, sebuah istilah dalam dunia astrologi, yang terjadi pada usia 27-29.5 tahun. Katanya masa-masa ini akan menjadi masa-masa paling berat dalam hidup. Ini juga siklus, jadi akan terjadi lagi pada 27 tahun ke-dua, dan seterusnya. Katanya, Saturn Return ini adalah masa di mana kita akan 'membayar' karma kita di masa lalu, kalau kita berbuat baik, maka tak akan terlalu berat, dan sebaliknya. Bisa jadi titik balik, bisa juga jadi bahan refleksi besar-besaran yang akan merujuk pada pertumbuhan diri (self growth). Boleh percaya, boleh tidak. Saya sendiri hanya bisa percaya sedikit, kata K tidak boleh terlalu banyak, nanti malah tersugesti.

Mengingat kembali masa-masa itu, wah, sangat berat! Rasanya campur aduk! Banyak masa ingin menyerah dan menyalahkan banyak keadaan, merasa jauh tertinggal, merasa banyak gagal, merasa tidak berprogres, merasa sangat sulit untuk melangkah. Mengingat kembali masa-masa itu, hampir tidak percaya bahwa semua telah berlalu.

Setelah masa Saturn Return, alias ketika memasuki usia 30, rasanya lebih tenang. Seperti hari setelah badai. Semua tampak berantakan, tapi badainya selesai. Hal-hal bisa dimulai kembali dengan tenang dan perlahan, dengan kondisi mental yang sudah lebih stabil dari sebelumnya. Pendewasaan, katanya.

Sedikit syok karena tak menyangka bisa mencapai usia 30 tahun dalam keadaan yang masih mengusahakan hal-hal secara perlahan. Daftar keinginan yang belum tercapai tentu masih banyak, tapi yang paling terasa adalah bagaimana saya mampu menyikapi hal itu dengan lebih tenang. Belum bisa lolos seleksi beasiswa, ya, berarti belum waktunya. Belum mengerjakan proyek fantastis, ya, berarti sedikit-sedikit dulu. Belum ada hal yang sangat baru yang dilakukan, ya, berarti fokus ke hal yang saat ini sedang dikerjakan. Belum bisa merasa merdeka seutuhnya sebagai 'manusia dewasa', ya, sudah, sabar dulu.

Sebagai manusia, tentu akan sangat mudah untuk merasa tidak mencapai apapun dan tidak patut merayakan apapun. Tapi, syukurnya, banyak teman-teman dan K yang mengingatkan saya bahwa semua yang belum tercapai itu bukan kegagalan, bahwa semua yang belum terwujud itu bukan tidak akan terwujud sama sekali, bahwa apa yang telah saya lakukan selama ini adalah hal terbaik bagi saya saat ini, dinikmati dan disyukuri. Dan ketika kegundahan itu terasa terlalu besar, teman-teman dan K bersedia mendengarkan dengan sabar dan memberi saran yang menenangkan; bahwa tidak perlu risau karena semua nanti akan ada waktunya.

Melewati masa Saturn Return yang hah-heh-hoh, saat mencapai usia 30 tahun rasanya telah melewat babak yang berat. Melegakan dan sekaligus ada beban baru lain. Tapi saya tidak ingin membahas beban itu.

Itu dua.

Rejeki yang bukan hanya berupa uang, itu nyata adanya. Kehadiran orang-orang baik, kawan-kawan yang masih terhubung, rekan-rekan kerja yang suportif, dan teman-teman yang rasanya sudah seperti keluarga, itu juga bentuk rejeki yang tidak bisa dibeli dengan uang. Keberkahan atas kehadiran orang-orang seperti itu adalah hal nomor satu yang saya syukuri tahun ini.

Teman-teman yang selalu ada untuk menanggapi chat random saya merupakan rejeki bagi jiwa introvert yang kadang kesepian tapi tetap butuh keributan ini. Seorang teman yang dulu tak begitu dekat, namun jadi tiba-tiba begitu berharga yang muncul saat jiwa ini berada di titik rendah, kini menjadi seseorang yang begitu dekat. Rekan-rekan kerja di kantor yang profesional saat di kantor, bisa jadi teman berpetualang yang sangat seru di luar kantor. Pertemuan dengan teman-teman sejawat yang tidak sering namun cukup untuk bertukar kabar dalam kurun waktu tertentu. Ternyata saya tidak se-sendirian itu, dan yang terpenting yang bisa saya sadari adalah bahwa ketika saya berani membuka diri, hal-hal baik pun datang. Ketika berani membuka diri, artinya berani menerima diri dulu. 

Keberanian seperti itu adalah jenis keberanian yang sebelumnya tak pernah saya sangka. Terima kasih untuk diri sendiri karena bisa berani.




= = = akan dilanjutkan = = =


Comments